Saturday, April 28, 2012

MODEL PENYELENGGARAAN TPA BERBASIS BUDAYA LOKAL


MODEL PENYELENGGARAAN TPA
BERBASIS BUDAYA LOKAL

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar,  yaitu  learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat.  Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 (enam) tahun.  Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan.  PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini.  Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Dari sisi kelembagaan penyelenggara pelayanan, pengembangan anak usia dini dihadapkan pada kualitas pengelolaan yang kurang profesional, keterbatasan jumlah, distribusi dan kualitas tenaga, serta fasilitas pelayanan yang kurang memadai. Pemahaman para pemangku kepentingan baik dari pengambil kebijakan, penyelenggara dan masyarakat akan pentingnya pengembangan anak usia dini masih terbatas.  Program-program pengembangan anak usia dini sebenarnya telah dilakukan oleh masing-masing sektor yang terkait seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan pengasuhan, namun belum dilaksanakan dalam sebuah kerangka yang terintegrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengembangan anak usia dini secara holistik dan terintegrasi. Pengembangan Anak Usia Dini secara holistik dan terintegrasi merupakan pengejawantahan dari peraturan-perundangan nasional seperti Undang-Undang Dasar tahun 1945, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Sisdiknas, dan Undang-Undang Kewarganegaraan dan mengandung esensi komitmen internasional tentang hak anak dalam Convention on the Rights of the Child (CRC), Education For All (EFA) dan A World Fit for Children (WFC).
Seiring dengan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk memberikan pendidikan sedini mungkin, para orang tua terutama di daerah perkotaan dan pinggiran kota juga dihadapkan dengan dilema antara tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dan peningkatan persamaan gender sehingga melibatkan kaum ibu (para wanita) untuk bekerja di luar rumah dan berkarir.  Sehingga mempercayakan pengasuhan anaknya yang masih usia dini kepada lembaga PAUD yang menyelenggarakan Taman Pengasuhan Anak (TPA), ketika kedua orang tuanya sibuk di luar rumah akan lebih aman.  Melalui TPA anak mendapatkan perhatian yang lebih cukup dalam hal pembelajaran, layanan kesehatan, gizi dan rangsangan pendidikan bagi perkembangan mental, emosional maupun sosial dibandingkan dititipkan pada pembantu atau orang lain selain orang tua yang tidak memiliki pedoman yang kuat dalam hal pelayanan kebutuhan anak.
Kondisi PAUD yang berkembang di masyarakat saat ini semakin menjamur, semakin ketat persaingan, semakin beragam program-program yang ditawarkan, terutama Lembaga PAUD yang berada di kota besar. Mereka membuat program yang tidak lagi mementingkan kebutuhan anak, tetapi lebih diarahkan untuk memenuhi keinginan dan gengsi orang tua. Dalam rangka menjaring anak didik sebanyak mungkin, mereka menawarkan program yang jauh dari karakter anak usia dini. Misalnya program bilingual (dua bahasa yakni indonesia dan asing), quantum learning (pembelajaran yang lebih mengutamakan kemampuan akademik), dan adaptasi berbagai metode pembelajaran dari luar yang belum tentu sesuai dengan karakter anak usia dini dan budaya di Indonesia.
Saat ini kepedulian kita terhadap kekayaan dan kearifan budaya lokal bangsa Indonesia sempat diuji. Negara tetangga yang mengklaim beberapa asset budaya bangsa Indonesia menjadi bagian dari akibat tidak adanya penanaman rasa cinta anak-anak didik kita terhadap budaya sendiri.  Anak-anak muda sekarang asyik berlatih menyanyi dengan irama rap dan memainkan musik modern. Padahal kita memiliki tarian melayu yang gemulai, tari jawa yang sarat makna, tari banjar yang gemerlap, tarian suku dayak yang menarik, dan lain-lain, bahkan banyak lagu-lagu daerah yang mudah dan indah yang dapat diperkenalkan kepada anak sejak dini.
Secara yuridis UUD 45 pasal 32 menyatakan bahwa ”Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia”. Penanaman budaya ini harus dimulai sedini mungkin, dengan cara menanamkan kecintaan secara bertahap dan melatih keterampilan secara berulang dan terus menerus. Selain itu diperkuat dalam tujuan khusus pendidikan anak usia dini yang tercantum di dalam menu generik menyatakan bahwa ” Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan rasa memiliki. Maka sudah selayaknya jika kekayaan alam dan kearifan budaya lokal, menjadi salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh pengelola dan para pendidik/pengasuh Taman Pengasuhan Anak.
Menghadapi era globalisasi diperlukan anak-anak yang unggul untuk menjadi generasi penerus bangsa dimasa depan.  Mengingat hal tersebut, dipandang perlu untuk mengembangkan suatu layanan PAUD yang dapat membentuk dan melahirkan anak-anak unggul.  Oleh karena itu, BP-PNFI Regional VI Banjarbaru  mengembangkan Model PAUD TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal.

D.  Ruang Lingkup Model
Model Penyelenggaraan TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1.     Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup model.
2.    Kajian pustaka memuat tentang landasan teori hakekat, prinsip, pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis budaya lokal di Taman Pengasuhan Anak.
3.    Strategi model, memuat tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan dan pembelajaran di Taman Pengasuhan Anak.
4.    Penutup, memuat kesimpulan dan rekomendasi 

PENUTUP
A. Kesimpulan
1.    Model Penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal di susun dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengelola/pendidik/pengasuh dalam menyelenggarakan TPA dengan pemenuhan layanan perlindungan dan pengasuhan anak, kesehatan dan gizi anak, serta pembelajaran yang diintegrasikan dengan budaya local, sehingga dapat mengembangkan semua aspek perkembangan anak.
2.    Adanya model penyelenggaraan taman pengasuhan anak holistik berbasis budaya lokal ini diharapkan akan berdampak pada semakin berkembangnya penyelenggaraan program TPA yang mengintegrasikan budaya lokal dalam proses pembelajarannya di daerah sehingga pada akhirnya nanti akan meningkatkan mutu program PAUD dari segi kuantitas dan kualitanya.

B. Rekomendasi
1.    Model Penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal merupakan seperangkat  model yang terdiri dari Model Penyelenggaraan, Model Kurikulum, Model Evaluasi, dan Bahan Ajar untuk pengelola/pendidik/pengasuh yang terdiri dari : Bahan Ajar Perlindungan dan Pengasuhan Anak, Kesehatan dan Gizi Anak, Rumah Adat Banjar, Alat Transportasi Jukung dan Makanan Tradisional Banjar yang sesuai untuk anak.  Oleh karena itu diharapkan dalam memahami dan menggunakan model ini dilakukan secara utuh tidak bagian perbagian.
2.    Segala tahapan yang diuraikan dalam panduan ini bukan merupakan hal yang baku,oleh karena itu pengembangan dan pengkajian lebih lanjut terhadap model ini perlu dilakukan terus menerus agar lebih operasional.

No comments:

Post a Comment