Saturday, April 28, 2012

BAHAN AJAR ALAT TRANSPORTASI “JUKUNG”


BAHAN AJAR ALAT TRANSPORTASI “JUKUNG”
PENDAHULUAN
Daerah Kalimantan pada umumnya dan Kalimantan Selatan pada khususnya, memiliki sangat banyak sungai baik yang besar maupun kecil. Sebagai daerah perairan tentu membutuhkan sarana transportasi air untuk berbagai aktivitasnya. Alat transportasi tradisional di sungai menurut istilah bahasa Banjar disebut  "jukung"  yang dalam Bahasa Indonesia di kenal dengan sebutan perahu atau sampan.
Jukung merupakan alat transportasi air yang paling tertua sebelum dikenal adanya kapal.
Transportasi air  “Jukung” di sungai Martapura

Kalimantan yang dikenal sebuah pulau dengan seribu sungai sudah barang tentu mengenal jukung ini sejak zaman dahulu kala.  Budaya jukung sebenarnya dikenal pada 2000 SM, ketika migrasi  pertama bangsa proto melayu (melayu tua)  dari sungai Mekong, Yunan, Cina Selatan ke Kalimantan. Di duga bangsa proto-melayu yang telah mengenal logam tersebut adalah nenek moyang suku Dayak. Baru pada abad 6-7 M pembuatan jukung yang memiliki beragam jenis semakin berkembang di Kalimantan.
Jukung di buat selaras dengan kondisi alam Kalimantan pada waktu itu. Yang paling tua jenisnya di perkirakan adalah jukung sudur dan menjadi pondasi terciptanya jukung-jukung jenis baru. Perkembangan jukung yang sampai ke Kalimantan Selatan akhirnya menjadi identitas budaya saat berdirinya kerajaan Dipa di Amuntai, lalu kerajaan Daha di Nagara, Hulu Sungai Selatan hingga, kerajaan Banjar di kuin, yang menjadi tonggak lahirnya suku banjar. Budaya sungai dan alat transportasinya tidak bisa dipisahkan dalam sistem sosial masyarakat Banjar ketika itu.
Sekarang ini, dibanding angkutan umum di darat, betapa sulitnya menunggu taksi kelotok yang reguler mengangkut penumpang terutama sore hingga menjelang petang hari. Jauh ke belakang dalam sejarah Banjar tempo dulu, saat jukung (kini menjadi prototip kelotok) banyak berseliweran di sungai, tentu tidak sesulit sekarang. Minimnya akses darat membuat jukung menjadi alat transportasi penting kala itu.  Bahkan lebih jauh lagi sebelum ‘lahirnya’ suku Banjar, jukung telah digunakan sebagai alat transportasi penting dalam penyebaran penduduk dari pesisir menuju pedalaman Kalimantan.  Seorang Denmark yang menjadi urang Banjar, Erik Petersen (kini almarhum), banyak meneliti masalah jukung.
Benar saja  jika sebuah idiom menyebut “tidak ada orang Banjar jika tidak ada jukung”.  Sebab sejarah mencatat, Kerajaan Banjar di Kuin lahir setelah Pangeran Samudera lari mengasingkan diri menggunakan jukung dari Daha di Negara.  Jarkasi, budayawan Kalimantan Selatan, menyebut budaya jukung sebagai harmoni dalam kehidupan masyarakat Banjar. Harmoni dan kearifan hidup dengan alam khususnya sungai yang tidak terasa lagi saat sekarang. Orang dulu memelihara sungai karena digunakan untuk jalan bepergian dengan jukung.  Jukung sekarang mulai dipinggirkan dan terbukti kelestarian sungai menjadi terabaikan. Lantas apakah orang diajak kembali menggunakan jukung? Tidak harus begitu,  hanya menegaskan bahwa dengan mengangkat kembali nilai budaya sungai yang positif berarti juga turut mengembalikan sungai ke fungsi sesungguhnya.   Aneh jika jukung sebagai salah satu budaya sungai, pusaka warisan nenek moyang yang menyimpan kekayaan kearifan tidak ternilai justru dianggap biasa oleh masyarakat Banjar.
Karena keberadaan jukung yang semakin langka ditemukan sebagai sarana transportasi air, maka generasi sekarang banyak yang tidak mengenal lagi jenis sarana transportasi air yang bernama jukung.  Oleh karena itu, melalui bahan belajar sarana transportasi air yaitu jukung ini diharapkan akan sangat berguna untuk memperkenalkan kembali kepada anak-anak usia dini sebagai generasi selanjutnya.  Diharapkan keberadaan sarana transportasi air ini masih dapat dikenali, meskipun dalam bentuk baik miniatur maupun gambar, kerena bagaimanapun juga, hal ini merupakan salah satu kekayaan budaya daerah Kalimantan Selatan yang harus dijaga kelestariannya, meskipun sudah tidak banyak digunakan lagi oleh masyarakat.

RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar alat transportasi ”jukung”  :
1.    Pendahuluan
2.    Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3.    Petunjuk Pembelajaran
4.    Materi pembelajaran ; sarana transportasi air tradisional, jenis-jenis jukung, upaya pelestarian, jukung sebagai media belajar anak usia dini di TPA, rangkuman.
5.    Evaluasi
E.  Rangkuman
Jukung sebagai sarana transportasi tradisional yang khas daerah Banjar, keberdaannya sangat memerlukan perhatian dan uluran tangan generasi muda pada khususnya, sehingga alat transportasi ini dapat tetap bertahan dari ancaman kepunahan.
Beberapa puluh tahun yang lalu,  jenis sarana transportasi ini barangkali menjadi kebutuhan yang vital dan masih banyak dijumpai didaerah sungai dan rawa-rawa. Akan tetapi seiring dengan kemajuan pembangunan dan datangnya berbagai macam alat transportasi modern, maka semakin lama semakin tersisih dan tidak dipakai orang lagi karena banyaknya akses jalan dan jembatan yang menghubungkan antar daerah.
Dengan memulai mengenalkan jenis sarana transportasi ini sejak anak usia dini, maka kedepan diharapkan akan tumbuh generasi yang mencintai dan bangga pada budaya daerahnya.
F.  Evaluasi
1.    Bagaimana  Anda  menyajikan  jukung ini sebagai sarana tranpotasi pada pembelajaran anak usia dini?
2.    Jelaskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam jukung sebagai alat transportasi air?
3.    Bagaimana menyajikan jukung, sebagai bahan belajar dalam poses pembelajaran sesuai dengan tema yang disepakati.
4.    Diskusikan dengan teman Anda, untuk menggali budaya lokal-budaya lokal yang dapat diperkenalkan kepada anak usia dini di TPA!

sumber : Pamong Belajar (Tim Pengembang Model) BP-PNFI Regional VI Banjarbaru

No comments:

Post a Comment