Saturday, April 28, 2012

MODEL KURIKULUM PENYELENGGARAAN TPA BERBASIS BUDAYA LOKAL


MODEL KURIKULUM PENYELENGGARAAN TPA
BERBASIS BUDAYA LOKAL
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik.  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.  PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.  PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. TPA merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan  dan  kesejahteraan  sosial  terhadap  anak  sejak  lahir  sampai dengan usia enam tahun.
Seiring dengan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk memberikan pendidikan sedini mungkin, para orang tua terutama di daerah perkotaan dan pinggiran kota juga dihadapkan dengan dilema antara tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dan peningkatan persamaan gender sehingga melibatkan kaum ibu (para wanita) untuk bekerja di luar rumah dan berkarir.  Sehingga mempercayakan pengasuhan anaknya yang masih usia dini kepada lembaga PAUD yang menyelenggarakan TPA ketika kedua orang tuanya sibuk di luar rumah akan lebih aman.  Melalui TPA anak mendapatkan perhatian yang lebih cukup dalam hal pembelajaran, layanan kesehatan, gizi dan rangsangan pendidikan bagi perkembangan mental, emosional maupun sosial dibandingkan dititipkan pada pembantu atau orang lain selain orang tua yang tidak memiliki pedoman yang kuat dalam hal pelayanan kebutuhan anak.
Penyelenggara pelayanan, pengembangan anak usia dini dihadapkan pada kualitas pengelolaan yang kurang profesional, keterbatasan jumlah, distribusi dan kualitas tenaga, serta fasilitas pelayanan yang kurang memadai. Pemahaman para pemangku kepentingan baik dari pengambil kebijakan, penyelenggara dan masyarakat akan pentingnya pengembangan anak usia dini masih terbatas.  Program-program pengembangan anak usia dini sebenar-nya telah dilakukan oleh masing-masing sektor yang terkait seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan pengasuhan, namun belum dilaksanakan dalam sebuah kerangka yang terintegrasi.
Kondisi PAUD yang berkembang di masyarakat saat ini semakin menjamur, semakin ketat persaingan, semakin beragam program-program yang ditawarkan, terutama Lembaga PAUD yang berada di kota besar. Mereka membuat program yang tidak lagi mementingkan kebutuhan anak, tetapi lebih diarahkan untuk memenuhi keinginan dan gengsi orang tua. Dalam rangka menjaring anak didik sebanyak mungkin, mereka menawarkan program yang jauh dari karakter anak usia dini, khususnya anak usia dini di Indonesia.
Saat ini kepedulian kita terhadap kekayaan dan kearifan budaya lokal bangsa Indonesia sempat diuji. Negara tetangga yang mengklaim beberapa asset budaya bangsa Indonesia menjadi bagian dari akibat tidak adanya penanaman rasa cinta anak-anak didik kita terhadap budaya sendiri.  Anak-anak muda sekarang asyik berlatih menyanyi dengan irama rap dan memainkan musik modern. Padahal kita memiliki tarian melayu yang gemulai, tari jawa yang sarat makna, tari banjar yang gemerlap, tarian suku dayak yang menarik, dan lain-lain, bahkan banyak lagu-lagu daerah yang mudah dan indah yang dapat diperkenalkan kepada anak sejak dini.
Koentjaraningrat  merumuskan  kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri dengan belajar. Sedangkan  Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya rasa dan cipta masyarakat.
Secara yuridis UUD 45 pasal 32 menyatakan bahwa ”Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia”. Penanaman budaya ini harus dimulai sedini mungkin, dengan cara menanamkan kecintaan secara bertahap dan melatih keterampilan secara berulang dan terus menerus. Selain itu diperkuat dalam tujuan khusus pendidikan anak usia dini yang tercantum di dalam menu Generik menyatakan bahwa ” Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan rasa memiliki. Maka sudah selayaknya jika kekayaan alam dan kearifan budaya lokal, menjadi salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh pengelola dan para pendidik/pengasuh PAUD-TPA.
Atas dasar hal tersebut, pengembangan kurikulum TPA ini memperhatikan lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar anak, maupun  yang mungkin dialami anak pada perkembangan berikutnya. Pendekatan multibudaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi program yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan, budaya dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat di Indonesia maupun budaya global.  Oleh karena itu kurikulum yang dikembangkan dalam Model Penyelenggaraan TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal ini adalah program kegiatan belajar/kurikulum dengan pembelajaran tematik berbasis budaya lokal. Strategi pembelajaran yang sesuai dengan anak usia dini adalah bermain sambil belajar dengan menggabungkan unsur-unsur budaya lokal kedalam tema pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran sentra dan saat lingkaran.

Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Taman Pengasuhan Anak (TPA)  dalam model ini merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada jalur nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak usia 1 tahun sampai usia 6 tahun.
TPA Holistik berarti seluruh kebutuhan anak (kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, berkembang dan mempertahankan kelangsungan hidup) dilayani di dalam penyelenggaraan TPA.
Budaya lokal adalah akal, budi dan daya yang hidup dan berkembang pada suku bangsa disuatu daerah baik dalam wujud abstrak (tidak nyata) maupun kongkrit (nyata).
TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal adalah suatu upaya layanan TPA yang diselenggarakan dengan upaya memenuhi seluruh kebutuhan anak (kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, perlindungan, berkembang dan mempertahankan hidup) dengan menekankan nilai-nilai budaya lokal dalam setiap langkah-langkah pembelajarannya.

RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar rumah banjar :
1.    Pendahuluan ; latar belakang, tujuan, pengertian.
2.    Pengembangan kurikulum ; ruang lingkup, pendekatan pembelajaran, penilaian, rambu-rambu
3.    Lampiran-lampiran ; rencana pembelajaran tahunan, rencana pembelajaran bulanan, rencana pembelajaran mingguan, rencana kegiatan harian.
Sumber: Tim Pengembang Model BP-PNFI Reg.VI Banjarbaru (Pamong Belajar)

No comments:

Post a Comment