Abstract
Recently, there is a shift from
teacher centered to learner centered in the teaching and learning
process. This change is made to enhance students’ learning. Students
will learn more and better, but this needs changes in all aspects of
education. Students need to change from a learning process that largely
is controlled by teachers to a more self responsible learning style.
Teachers have to create a learner centered environment, to teach student
how to learn, not just to know about the content of the course.
Learning spaces are not just classrooms as we usually know. Learning can
take place in virtual and physical spaces, and physical space can be
anywhere.
Key words: teacher centered, learner centered teaching and learning process. Pendidikan di Indonesia
Pendidikan Indonesia banyak ketinggalan,
bahkan dibandingkan dengan negara yang tadinya belajar pendidikan dari
Indonesia. Hal ini sexing diajulcan sebagai fakta betapa pendidikan di
Indonesia kalah dari negara lain yang bare membenshi sistem
pendidilcannya jauh setelah Indonesia. Keadaan ini lebih jelas lagi
terlihat dalam pemeringkatan perguruan tinggi sedunia. Perguruan tinggi
Indonesia tidak pemah mendapat tempat terhonnat, malah tersusul oleh
negara yang belum lama merdeka.
Kebanyakan guru akan senang dan bangga
bila anak didiknya kemudian menjadi orang, mendapat kedudukan tinggi,
menjadi profesor, dan lebih pintar dan dirinya. Tapi bukan ini
masalahnya, dalam bidang pendidikan suatu bangsa tidak numglcin
menghindar dari arus persaingan untuk menjadi bangsayang unggul melalui
pendidikan. Saat ini bangsa Indonesia hanya menjadi pengguna telcnologi,
dan terjebak pada ketergantungan terhadap impor teknologi dari negara
lain yang lebih maju.
Usulan solusi dan berbagai aspek
pendidikan dari berbagai pakar pendidikan sudah cukup lengkap bila ingin
dikumpulkan. Sangat mudah sebenamya untuk melihat dan mengadakan studi
banding ke negara-negara dengan sistem pendidikan yang sudah maju,
seperti dulu negara lain belaj ar dari Indonesia. Namunkenyataannyatidak
mudah untuk keluar dan keterpurukan ini. Pendidikan di Indonesia bahkan
dicurigai berjalan mundur.
Melalui pejabat yang berwenang,
pemerintah terus melakukan usaha perbaikan. Beberapa kebijakan
pemerintah bahkan bersifat wajib untuk dilaksanakan oleh semua lembaga
pendidikan di Indonesia, misalnya Ujian Nasional yang menuai banyak
kritik dan penyelenggaraan yang selalubermasalah kecurangan
dankecurigaan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun pernah
diwajibkan, namun sebelum berlangsung seumurjagung sudah digantikan
dengan Kurikulum Tmglcat Satuan Pendidikan (KTSP).
Di tingkat perguruan tinggi, Fakultas
Kedokteran sedang menj alankannya karena diwajibkan, namun sudah pula
terdengar isu beberapa perguruan tinggi negeri mulai meninggalkannya.
Tak terhindarkan bahwa tertangkap kesan keinginan untuk memperoleh hasil
yang segera, serta tidak konsisten dalam menerapkan konsep pendidikan
yang sebenamya mungkin balk.
Walaupun secara rata-rata Indonesia
kalah dan negara lain, namun cukup banyak pribadi-pribadi Indonesia yang
unggul. Cukup sering anak-anak bangsa Indonesia menang dalam Olimpiade
Fisika misalnya. Setiap kali pemberitaan kemenangan ini kembali
membangkitkan harapan. Manusia Indonesia sebenamya tidak kalah dan
bangsa manapun, tapi bagaimana caranya?
Tulisan ini tidak bermaksud menambah
kusutnya benang pendidikan di Indonesia. Penulis pun bukan seorang ahli
pendidikan, sehingga tidak mampu melihat sistem pendidikan sebagai
keseluruhan yang saling terkait. Sedikit pemilciran berilcut ini
mudah-mudahan dapat terus menggulirkan usaha perbaikan pendidikan di
Indonesia.
Kurikulum
Kurikulum sering dianggap paling penting
dalam dunia pendidikan. Kurikulum adalah kumpulan materi pembelajaran
yang akan dipelajari oleh mahasiswa selama periode waktu sesuai program
studi. Kumpulanmateri ini dikelompokkan menjadi mata kuliah-mata kuliah
yang disusun menjadi suatu struktur yang teratur sesuai dengan urutan
proses pembelajaran.
Ada banyak cara menyampaikan materi
kurikulum yang sudah disusun kepada mahasiswa. Semuanya mempunyai tujuan
positif, agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, dan mahasiswa
dapat menguasai semua materi tersebut secara maksimal. Wajar bila
cara-cara ini terns diperbaiki, namun sej auh ini terkesan penerapan
cam-cam ini bersifat coba-coba. Berbagai contoh yang lebih nyata, dapat
dilihat pendidikan di sekolah pernah dijalankan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA), lalu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan sebelum ini
dijalankan dengan mantap diganti lagi dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
Tanpamengurangi peran penting kurikulum,
berhasilnya proses pembelajaran tidak hanya tergantung pada bagusnya
materi kurikulum dan rapinya metode dan susunan mata kuliah. Kurikulum
tetap hanya alat saja. Proses penyelenggaraan dan bagaimana penyampaian
serta interaksi antara dosen dengan mahasiswa memegang peran lebih
penting. Faktor manusialah yang utama. Perubahan kurikulum seharusnya
diikuti dengan perubahan sikap pada semua pihak yang terlibat.
Sebagai pihak yang belajar, mahasiswa
seharusnya menjadi pihak yang lebih alctif dan ditempatkan sebagai
pemeran utama dalam proses pembelajaran. Menurut pars ahli, dulu dosen
berada pada posisi sentral. Kalau dosennya pintar danmenguasai materi
kwikulum, serta mahir dalam mengajar, malca hal ini dianggap akan
menjadi jaminan keberhasilan proses pembelajaran. Namun kondisi ini
cenderung membuat mahasiswa menjadi pihak yang pasif. Hanya rajin
mendengarkan, dan tentu saja hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
Kini kebanyakan kita menganggap
mahasiswa harus menjadi pihak yang aktif dalam semua proses
pembelajaran. Bukan berarti dosen menjadi pasif, dosen
tetap aktifmenj alanlcan peran sebagai
fasilitatot Mungkin dengan tinglcat kesibukan yang bahkan lebih banyak
dibanding dulu bila tidak ingin ketinggalan dari mahasiswanya. Mahn
siswa yang aktif akan mendapat banyak pengetahuan lain di luar
kurikulum, terlebih dengan keterbukaan informasi berupa kemudahan dan
kecepatan yang ditawarkan oleh internet.
Pembelajaran Berpusat pada Pembelajar
Ukuran keberhasilan dari suatu proses
pembelajaran adalah berhasilnya lulusan menjadi “orang”, berhasilnya
mahasiswa lulus dari suatu program studi, bila perlu dengan nilai IPK
yang tinggi, atau berhasilnya mahasiswa lulus dari suatu mata kuliah
dengan nilai tinggi. Maka wajar bila mahasiswa ditempatkan pada posisi
sebagai pemegang peran utama dalam proses pembelajaran. Dosen dan
pengelola menjalankan peran sebagai pendukung. Perubahan fokus
pendidikan yang dulu berpusat pada pengajar dan sekarang pada pembelajar
menghendaki perubahan besar pada semua pihak yang terlibat dalam dunia
pendidikan.
Peran utama selalu lebih aktif,
lebihbanyak muncul dan lebihbanyak mendapat perhatian. Mahasiswa yang
aktif akan belajar lebih banyak, lebih berinisiatif, sehingga lebih
berpeluang menjadi manusia yang mandiri. Di samping ilmu pengetahuan
yang akan lebih melekat karena dicari dan dialami sendiri perolehannya,
mahasiswa dan lulusan akan lebih siap menghadapi berbagai persoalan
karena sudah terbiasa menghadapinya secara mandiri.
Dosen hams rela menggeser diri menjadi
pemeran pembantu, namun tetap menjadi pihak yang sangat menentukan.
Dosen hams menjaminbahwa mahasiswa tetap pada posisinya sebagai pemegang
peran utama. Dosen hams memotivasi mahasiswa agar mau dan dapat
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Tidal( sekedar “nebeng lulus”.
Dosen harus menjaga agar diskusi antar mahasiswa tetap menjadi diskusi
ilmiah, dan tetap pada jalur materi yang ditetapkan dalam kurikulum.
Dosen hams Pula dapat menjaga agar diskusi ini menjadi diskusi yang
serius dan berbobot, bukan sekadar debat kusir. Dengan lain perkataan
dosen hams siap mencairkan kelmntuan dalam suatu diskusi. Dosen harus
mengusahakan agar mahasiswa dapat belajar sendiri.
Pergeseran peran mahasiswa dan dosen ini
tidak terlalu mudah. Kita semua sudah sangat terbiasa dengan pola lama.
Dibutuhkan kemauan dan kesediaan semua pihak untuk berubah. Dosen perlu
mempunyai kepercayaan bahwa perubahan ini akan membawa kebaikan, dan
percaya bahwa mahasiswa dapat melakukannya, dengan bantuan dosen tentu
saja.
Pergeseran paradigma pendidikan ini
menuntut perubahan sikap mahasiswa dari tergantung pada dosen menjadi
independen dan mandiri dalam proses belajar. Dosen perlu memfasilitasi
agar kemandirian ini dapat tercapai (Doyle, 2008). Leblh lanjut Doyle
mengemulcakan pentingnya bagi mahasiswa untuk mengetahui mengapa
sekarang mereka diminta belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Perlu
juga dipertanyakan apakah mahasiswa tahu cara bekerja sama dalam
kelompok kecil tersebut, dan apakah mahasiswa tahu cara berkomunikasi di
antammereka tanpa keikutsertaan dosennya. Selain itu, apakah mahasiswa
dapat menentukan sendiri peran masing-masing dalam kelompok tersebut.
Intinya dosen sekarang bukan hanya mengajarkan mated pengetahuan ilmu
tertentu, tapi lebih pada mengajarkan agar mahasiswa dapat belajar
dengan baik. Dahulu mahasiswa belajar untuk tahu dan menguasai suatu
mated kuliah tertentu, sekarang belajar untuk dapat belajar ilmu
tersebut.
Bagi dosen, ini merupakan pentbahan
berat. Dosen tidak cukup hanya ahli di bidang ilmu tertentu. Sekarang
dosen harus menguasai ilmu pendidikan. Ini biasanya tidak diperoleh oleh
dosen dalam masa pendidikannya di bidang ilmu tertentu. Sebenamyauntuk
ini dibutuhkan pendidilcan tambahan bagi semua dosen. Dahulu mahasiswa
yang mencari tahu dosennya seperti apa, bahkan sampai pada kesenangan
dosennya supayamemperoleh nilai balk. Sekarang dosen yang harus lebih
memahami mahasiswanya, mungkin bahkan sampai mencari tahu latar belakang
masalah yang dihadapi mahasiswanya.
Dahulu dosen terfokus pada apa yang akan
diajarkannya. Sekarang fokus bergeser pada mengetahui apa yang
dipelajari mahasiswanya. Dulu tanggung jawab proses pembelajaran
sepenuhnya di tangan dosen, sekarang mahasiswa yang lebih bertanggung
jawab atas keberlangsungan proses pembelajarannya sendiri. Hal ini
menuntut kesediaan dan kesiapan mahasiswa. Dahulu mahasiswa diberi
pengetahuan oleh dosen, sekarang mahasiswa mencari tahu sendiri Dan
pengalaman selama ini, hal ini
akanmenyulitkan karenamahasiswa sudah terbiasa menunggu. Dosen hams
membantu mengatasi masalah ini. Dosen pun bukan tanpa kesulitan, mereka
harus mengubah kebiasaan dan memberikan menjadi mendorong mahasiswa
menemukan sendiri. Dosen harus lebih sabar. Mahasiswa mencari sendiri
akan makan waktu lebih banyak dibanding langsung diberitahu oleh dosen.
Seragam dan Beragam
Dulu pembelajaran berpusat pada dosen.
Dosen menentukan satu sistem pembelajaran untuk mahasiswa sekelas,
beberapa puluh mahasiswa diperlakukan sama. Mahasiswa yang dapat belajar
dengan cepat disamakan dengan mahasiswa yang lambat belajar. Kuliah
dimulai di awal semester dan selesai di akhir semester dengan jadwal
yang sama bagi semua mahasiswa. Jadwal pemasukan tugas dan jadwal ujian
pun dibuat hanya satu bagi semua.
Mahasiswa dengan latar belakang
kemampuan berbeda harus menyesuaikan din dengan pola belajar dan jadwal
yang seragam. Penyelenggaraan clan administrasi pembelajaran memang
menjadi teratur dan sederhana, sehingga sangat memudahkan bagi karyawan
administrasi. Mahasiswa yang lcurangpandai disamakan dengan mahasiswa
yang lebih pandai. Dalam satu kelas mungkin saja terdapat mahasiswa
ber-IPK 4 sampai 0. Mereka mendapat menu pelaj aran, cara penyampaian,
waktu pengerjaan, dan segalanya dalam satu paket yang sama. Secara mudah
dapat ditangkap bahwa menu tersebut akan terlalu mudah bagi yang
ber-IPK 4 atau terlalu sulit bagi yang 0.
Berubahnyaparadigma ke arah pembelajaran
berpusat pada mahasiswa, maka keragaman mahasiswa menuntut adanyapola
belajar yang berbeda-beds. Dosen tidak dapat lagi menyeragamkan
perlakuan terhadap mahasiswa, tetapi hams menyiapkan paket-paket belajar
yang berbeda-beda bagi tiap mahasiswa. Adanya kecepatan belaj ar yang
berbeda-beda, mungkin perlu disiapkan pulaj adwal yang berbeda bagi tiap
kelompok mahasiswa.
Banyak konsekuensi akibat perubahan
pusat perhatian pembelajaran dari dosen ke mahasiswa. Dosen harus
menerima kondisi keberagaman mahasiswa
dan hams mau menyesuaikan cara
mengajamya serta hams mau juga menyiapkan Kahan dan metode pengajaran
yang beragam sesuai karakter masing-masing mahasiswa. Tentu saja ini
semuamenuntut usaha dan waktu lebih banyak dibanding dahulu. Konsekuensi
selanjutnya adalah beban kerja dosenperlujuga disesuaikan. Dosen yang
dahulu diberi beban 2 SKS (misalnya) untuk menangani suatu mata kuliah,
sekarang membutuhkan waktu dan usaha lebih banyak, sehingga perlu Eteri
beban lebih besar bila inginberjalan dengan baik. Dengan demikian
mungldn diperlukan tenaga dosen lebih banyak. Apakah ini berarti
pembelajaran berpusat pada pembelajar akan berdampak pada biaya yang
lebih besar ? Mudah-mudahan aclak harus demikian. Efisiensi dan
efelctifitas pendidikan hams terus diusahakan.
Keaktifan
Sekarang perubahan berjalan sangat
cepat. Dahulu belajar lebih banyak memandallcan ingatan, sekarang hams
dengan pemahaman (Oblinger, dick, 2005). Mahasiswa hams aktif mencari
dan menyusun pengetahuan baru melengkapi peuetahuan yang sudah
dimilikinya. Mahasiswa tidak lagi dianggap masuk kelas dengan kepala
kosong, tapi sudah membawa pemahaman dasar yang siap untuk dnambabkan
dengan pengetahuan barn.
Dalam belajar, pemahaman awal mahasiswa
dijadikan dasar, dan mahasiswa didorong untuk bersikap aktifterlibat
dalam menganalisis, berdebat, dan berpikir kritis, dalam menerima dan
menguji informasi barn. Mahasiswa juga didorong untuk belajar dengan
cara banyak berdiskusi, langsung dengan ahlinya, dan kerj a sama dalam
tim. Proses belajar sebaiknya diperkuat dengan interaksi sosial,
hubungan interpersonal, dan komunikasi dengan orang lain. Tapi tetap
perlu ada tugas yang diketjakan individu.
Dahulu mahasiswa dinilai
hanyaberdasarkan hasil ujian di akhir semester saj a, namun kini harus
ditambah dengan penilaian proses yang dij alankan dalam menemukan,
mengeksplorasi, bereksperimen, bersikap kritis, dan melakukan analisis.
Semua ini dikatakan sebagai ciri belajar aktif, belajar dengan
mengeijakan bukan hanya mendengarkan saj a.
Dalam proses diskusi, mahasiswa akan
terdorong aktif mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya, mengkritik
pendapat teman sekelompok, serta menganalisis. Kegiatan ini sebenamya
sama seperti mengajar teman lainnya. Untuk itu mahasiswa hams membaca
dan meneliti, menganalisis danmengevaluasi materi, ataumenguasai
materinya agar dapat mengemukakan dalam kata-katanya sendiri dalam
diskusi tersebut.
Proses Belajar yang Menyenangkan
Menurut para ahli pendidikan, proses
pembelajaran akan lebih efektif bila dij alani oleh pembelajar dengan
perasaan senang. Perasaan tidak senang dan tertekan akan membuat
mahasiswa tidak dapat mengeluarkan semua kemampuan dan keinginannya
untuk belajar karena ada penolakan dari dalam dirinya. Maka muncul
konsep edutainment. Konsep ini sejalan dengan pembelajaran berpusat pada
pembelajar. Sekarang mahasiswa banyak menentukan sendiri seperti apa
proses yang diinginkan, tidak lagi di bawah “tekanan” dosen.
Perasaan senang akan lebih mudah
menimbulkan motivasi dari dalam diri mahasiswa sendiri, tanpa perlu
dipaksa. Perasaan senang juga akan membuat mahasiswa lebih menyukai
semua kegiatan pembelaj aran. Mahasiswa bahkan menikmatinya. Suasana
belajar tidak lagi menjadi penyebab stress atau sakit.
Proses dan suasana belajar yang
menyenangkan akan membentuk citra positif dan suatukampus. Ini merupakan
promosi yang baik di tengah situasi kekurangan mahasiswa di banyak
jurusan. Hal ini berbeda dengan persepsi yang banyak dianut bahwa
tekanan dalam proses pendidikan akan membentuk pribadi mahasiswa yang
tangguh.
Mahasiswa sebagai Pribadi
Mahasiswa adalah individu-individu yang
berbeda satu dengan lainnya. Mereka memiliki kemampuan, keunikan, juga
kelemahan masing-masing. Agar semua dapat berhasil, perlu diberi
perhatian kepada masing-masing mahasiswa. Keseragaman dan kesamarataan
akan menghilangkan karakter ini. Menurut para ahli di bidang psikologi,
tiap orang membutuhkan perhatian dan penghargaan agar dapat menjadi
pribadi yang berkembang utuh.
Penyeragaman cara-cara penyelenggaraan
pendidikan kurang memberi perhatian kepada pribadi-pribadi mahasiswa.
Mahasiswa dipandang sebagai kelompok yang harus diperlakukan sama,
supaya adil. Mahasiswa dipandang sebagai angkatan tahun ke sekian, atau
mahasiswa kelas mata kuliah tertentu. Kelas besar, terutama, akan
menyulitkan dosen untuk dapat memberi perhatian kepada pribadi-pribadi
mahasiswa dengan lebih intensif, apalagi mengenali dan memahami
karakter-karakter mahasiswa satu kelas. Dosen akan cenderung melihat
mahasiswa sebagai kelas atau kelompok, bukan pribadi-pribadi yang punya
keunikan masing-masing. Perasaan clan pengetahuan bahwa dirinyadihatgai
aka- n menjadi dorongan sangat kuat bagi mahasiswa untuk menjadi
bersemangat dalam segala hal.
Tiap mahasiswa memiliki gaya belajar
yang unik, ada mahasiswa yang baru dapat belajar efektif di tempat yang
sunyi, sementara mahasiswa lain santai raja belajar di tengah keramaian.
Ada mahasiswa yang memilih belajar dengan iringan musik tenang atau
dalam keheningan. Di sisi lain banyak juga mahasiswa belajar di tengah
musik hingar bingar. Ada mahasiswa yang mengalami puncak belajar di pagi
hari ketika baru bangun tidur dengan udara yang masih segar, sementara
yang lain dapat belajar kapan saj a dengan sama efektif.
Untuk mendapatkan hasil belajar yang
maksimal, mahasiswa harus dibiarkan belajar dengan keunikan gaya belajar
masing-masing. Kelompok belajar atau diskusi atau kelompok tugas
sebaiknya diatur berdasar kesamaan gaya belajar.
Disiplin
Untuk dapat belajar secara mandiri dalam
pembelajaran yang berpusat pada pembelajar, sangat dibutuhkan disiplin
yaitu disiplin yang berasal dari dalam diri mahasiswa sendiri. Dosen
harus membantumembentuk disiplin diri ini. Dulu disiplin identik dengan
tata tertib yang tegas, sanksi yang berat bagi pelanggar aturan, dosen
yang galak tanpa toleransi, suasana belajar yang formal, dan cara-cara
lain yang terkesan keras dan tegas, serta tidak menyenangkan dan sering
menimbulkan rasa takut. Hal ini menunjukkan untuk menj aga “wibawa”,
agar terlihat disiplin, sehingga dosen agak menjagajarak terhadap
mahasiswa.
Sampai sekarang pandanganini
belumhilang, namunmuncul pandangan bahwa disiplin dapat juga dibentuk
dengan cara-cara lebih halus tanpa menyakitkan hati dan perasaan. Cara
ini tentu akan lebih menyenangkan bagi semua pihak. Saat ini disiplin
mahasiswa cukup banyak dikeluhkan oleh para dosen. Datang kuliah
terlambat, begitu pula pemasukan tugas, kuliah dosen tidak diperhatikan,
mahasiswa sibuk ngobrol sendiri. Keluar masuk kelas selagi kuliah
berlangsung, dan banyak bentuk ketidakdisiplinan lainnya.
Grote (2006) menemukan ketidakdisiplinan
dalam perusahaan Frito Lay, tempatnya bekerja, ternyata disebabkan oleh
sistem disiplin yang diterapkan sendiri. Pola tradisional dalam
menegakkan disiplin, misalnya dengan memberi peringatan, teguran dan
skorsing tanpa gaji, justru menghasilkan keributan, kemarahan dan
dendam, serta sabotase. Grote kemudian menerapkan sistem yang terfokus
pada menuntut orang memikul tanggung jawab personal untuk pilihan
kelakuan dan tindak tanduknya sendiri. Sistem ini lebih mencerminkan
kepercayaan bahwa tiap orang sudah dewasa, bertanggung jawab, dan dapat
dipercaya, yang akan merespons seperti lcita memperlakukan mereka.
Skorsing tanpa gaji diganti dengan skorsing tapi digaji. Tapi bila tidak
disiplin lagi, dikeluarkan. Karyawan yang menentukan nasibnya sendiri.
Ternyata cars ini berhasil mengurangi secara drastis masalah disiplin di
perusahaan itu. Konon
ribuan organisasi kini sudahmengikuti langkah ini. Apakah cam ini dapat diterapkan di dunia pendidikan?
Cam lama yang cenderung keras,
memperburuk hubungan, dan konfrontatif, temyata gagal memenuhi tanggung
jawab dan pembentukan individu yang disiplin dan produktif. Dasar
pemikiran bahwa pelanggaran hams dihukum, lama-lama temyata tidak
efektif. Orang sudah dianggap sebagai ‘criminal lebih dulu. Tidak
dilihat harga diri dan tanpa rasa hormat. Tidak semua orang
samakedisiplinannya, dan tidak sama kemampuannya.
Minat Mahasiswa
Minat mahasiswa sangat beragam. Sebagai
contoh misalnya yang berjalan di Jurusan Arsitelctur, ada mahasiswa yang
lebih berminat dan lebih berprestasi baik di bidang perancangan
arsitektur, yang lain minatnya di bidang perkotaan, lainnya lagi di
teknologi arsitektur, dan lainnya. Dunia cukup lugs dan dapat menampung
berbagai minat. Hal ini dapat dilihat juga dari beragamnya bidang yang
ditekuni para lulusan.
Bila terfokus pada pembelajaran dengan
pembelajar sebagai subyek, maka masing-masing minat mahasiswaperlu
dipenuhi. Hal ini agak berlawanan dengan pola yang dijalankan sekarang
dengan satu kurikulum yang berciri spesifik, dan berlaku untuk semua
mahasiswa. Sekarang mahasiswa hanya bebas mengembangkan minatnya di mata
kuliah pilihan.
Kembali contoh di bidang arsitektur,
minat dan profesi di bidang arsitektur tidak hanya sebagai perancang.
Ada juga arsitek yang berprofesi di bidang pendidikan, atau
mengembangkan ilmu dan teori arsitektur, atau manajemen proyek, atau
mendalami pengembangan material bangunan, atau penelitian¬penelitian
arsitektur terkait dengan dampak lingkungan, atau penelitian arsitektur
lainnya, atau fotografi arsitektur, atau lainnya.
Apakah memenuhi minat mahasiswa dalam
pembelajaran berpusat pada pembelajar juga termasuk menyediakan
kurikulum yang beragam, tidak hanya ditampung di mata kuliah pilihan saj
a?
Mahasiswa Internet
Dosen harus memahami kondisi dunia
mahasiswa dan perkembangan teknologi informasi yang sangat mempengaruhi
kebiasaan dan karakteristik mahasiswa sekarang. Mahasiswa sekarang
dilingkupi oleh jaringan informasi yang siap pakai 24 x 7 jam seminggu,
dapat diakses lcapan saja dan di mana saja. Tentu saj a hal ini banyak
mengubah kehidupan dan gaya belajar mahasiswa (Oblinger, dick, 2005).
Teknologi video conference memungkinkan mahasiswa dapat langsung
berinteraksi dengan teman, dan pakar, di tempat lain yang jauh
sekalipun. Lingkup belajar menjadi lebih luas, sangat cepat, dan tidak
mengenal jadwal.
Proses pembelajaran yang selalu terkait
dengan pengetahuan yang terus berkembang, terkait erat dengan dunia
teknologi informasi ini. Perkembangan ilmu terakhir dengan cepat dapat
diperoleh melalui internet. Keadaan ini membuat para dosen tidak dapat
menghindar dari ilcut memahami dan menguasai teknologi informasi yang
terus berkembang dengan cepat ini.
Perubahan Tempat Belajar
Perubahan pendidikan berpusat pada
mahasiswa harus diikuti oleh perubahan tempat belajar. Contohnya di
fakultas kedokteran. Mahasiswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
dengan pola diskusi. Ruangan kelas dibagi menjadi kecil-kecil. Apakah ke
depan tempat belajar masih harus berupa ruang kelas? Dalam bentuk
ruangan fisik? Tempat belajar mungkin tidak lagi harus berupa ruang
fisik, dapat jugs merupakan ruang maya. Teknologi informasi yang ada dan
akan terus berkembang memungkinkannya. Ruang fisik juga tidak harus
berupa ruangan kelas, tapi dapat di mana saj a.
Di dalam ruang kelas perlu dimungkinkan
adanya perlengkapan elektronik dan interne sehingga belajar dapat
berlangsung lebih efektif. Komputer yang lebih fleksibel dan ringan,
mudah dibawa ke mana-mana, laptop, notebook, netbook, serta hot spot,
membuat belajar tidak lagi harus di dalam ruangan formal berupa kelas,
atau perpustakaan, atau laboratorium. Taman, atau pojok¬pojok kosong
yang talc terpakai, atau di waning atau kafe, sebenarnya dapat menjadi
ruang belajar informal bagi kelompok diskusi kecil.
Ruang-ruang dalam dan luar kelas, serta
ruang-ruang luar, perlu ditata kembali agar semua bagian dapat digunakan
untuk belajar bagi kelompok-kelompok kecil. Pojok-pojok dengan mej a
dan kursi untuk 4 atau 5 orang berdiskusi, atau ruang belajar bersama.
Selain ruang kelas yang formal, mahasiswa dan dosen dapat menjalani
proses pembelajaran di ruang-ruang informal, bahkan virtual. Keadaan
kekurangan ruangan kelas dapat teratasi.
Ruang perlu diatur agar mahasiswa dapat
mempresentasikan karyanya di depan kelompok, di luar kelas mahasiswa
harus dapat mengakses data, teks, atau media yang digunakan untuk
menganalisis. Di tempat-tempat belajar perlu dimungkinkan sebanyak
mungkin material untuk dipajang, juga tersedia alat interalctifuntuk
memungkinkan eksplorasi dan pengujian. Sebaiknya tersedia alat untuk
merekam semua kegiatan agar dapat dipakai sebagai bahan evaluasi
kemudian. Diskusi tidak hanya berlangsung pada jadwal di dalam kelas.
Setelah kelas selesai diskusi dapat berlanjut, di dalam kelas yang sama,
atau di tempat lain, seperti koridor, tempat-tempat duduk di taman,
atau ruang-ruang pojok yang dibuat nyaman. Untuk itu perlu dimungkinkan
mengakses materi pelajaran secara digital.
Perubahan Mahasiswa
Dalam pembelajaran berpusat pada
pembelajar, mahasiswa perlu mengenal peran dan tanggung jawabnya. Peran
aktif dalam proses belajar dapat diartikan sebagai mahasiswa dituntut
untuk mengajar dirinya sendiri, atau bekerj a sama dengan teman-temannya
dalam satu kelompoic Mahasiswa hams ikut ambil bagian dalam proses
penemuan sesuatu. Dalam kelompok setiap mahasiswaharus ikut berperan
dalam mengajar anggota kelompok yang lain.
Mahasiswa juga hams aktif mengevaluasi
pembelajaran dirinya sendiri dan temannya. Mempresentasikan hasil
belajar merupakan juga bagian dari keaktifan mahasiswa. Mahasiswa perlu
mempelajari keterarnpilan bagaimana cara belajar serta strateginya.
Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam
menentukan pilihan dalam proses belajarnya sendiri, melakukan kontrol
atas pembelajaran dirinya sendiri, memberikan masukan pada proses
evaluasi cara pembelajaran yang dilakukan,
memberikan masukan bagi aturan dan
pedoman pembelajaran, memberikan umpan balik kepada dosen mengenai
proses pembelajaran, serta mengevaluasi sendiri hasil belaj arnya.
Mengajar menunjukkan tingkat tertinggi dalam pemahaman, untuk itu perlu
keterampilan dan kepercayaan diri. Sebelum dapat mengajar, mahasiswa
harus belajar dengan mendalami materinya, juga dia hams belajar sendiri
dengan keinginan dan keyakinan untuk menerima tanggung jawab. Mahasiswa
sering melihat dosen memberi kuliah, tapi memberi kuliah adalah hal yang
jauh beda. Mengajar orang lain juga menjadi pengalaman belajar yang
hares dilalui mahasiswa. Mereka akan lebih menghargai dosennya karena
menghayati juga proses yang dilalui dosen. Mereka juga hares berlatih
bicara di depan umum.
Dengan terbiasa belajar secara mandiri
dan aktif, mahasiswa akan lebih siap menghadapi perubahan-perubahan di
dunia kerj a, serta tuntutan tambahan pengetahuan, dengan belajar terus,
seumur hidup. Mereka bahkan akan selalu belajar sehingga lebih siap
kapan saj a kesempatan terbuka. Belajar terus perlu disertai kesadaran
akan kelebihan diri sendiri agar dapat maksimal. Konsep multiple
intelligence dapat mengarahkan pilihan keunggulan setiap pribadi
mahasiswa.
Menurut Doyle (2008), di tempatnya
mengajar perubahan menj adi belajar berpusat pada pembelajar mendapat
banyak tentangan justru dan mahasiswa. Mungkin mahasiswa merasa
dirugikan dan direpotkan, sudah membayar mahal mengapa harus menjadi
repot. Selain itu perlu juga diketahui lebih dahulu alasan penolakan
terhadap peran dan tanggung jawab baru mahasiswa, Langkah kedua adalah
berbagi dengan mahasiswa mengenai alasan yang jelas, bilaperlu didukung
penelitian, mengapa mereka perlu memainkan peran dan tanggung jawab
barn. Langkah ketiga adalah mengajarkan bagaimana belajar keterampilan
barn ini.
Menurut Doyle, mahasiswa menolak mungkin
karena sudah nyaman dengan sistem yang sudahberlangsung lama. Kebiasaan
lama sulit cliubah, misalnya semasa sekolah menengah umum masih
berpusat pada guru, atau temyata belajar bukan prioritas
utamamahasiswauntukkuliah, atm imahasiswatidak senang menanggimg risiko.
Dapat pula mahasiswa merasa cara ini tidak sesuai dengan apa yang
dipikirkannya waktu masuk kuliah, atau mahasiswa tidak mau berusaha
lebih keras dengan cara baru ini. Mahasiswa mempunyai pemikiran mengenai
belajar
yang dimiliki menyulitkan mahasiswa
untuk beradaptasi dan kebanyakan mahasiswa ingin ikut cara yang mudah
saj a. Menurut Doyle juga, mahasiswa sudah terlanjur memiliki persepsi
mengenai sekolah dan peran guru seperti yang pernah dialaminya, sudah
tercetak kuat dalam benaknya sebagai cam lama. Oleh karena itu,
perubahan ke cara barn perlu waktu.
Kebanyakan mahasiswa kelihatannya belum
siap untuk belajar sendiri. Tugas dosenlah untuk mengajarkan
merekaketerampilan ini. Diharapkan denganmampu belajar sendiri,
mahasiswa akan lebih percaya diri dan keyakinan ini sangat diperlukan.
Bila berhasil atas usaha sendiri, mahasiswa akan jauh lebih pugs. Bila
gagal, kegagalan yang dialami sendiri karena usaha sendiri, akan lebih
membekas menj adi pengalaman dan pelajaranpenting bagi proses
pernbelajaranberikutnya. Hal penting ciiajarkan kepada mahasiswa agar
berani menerima dan menanggung risiko kegagalan, jangan kapok!
Belaj ar dalam kelompok dapat saling
mendorong menyemangati, serta mengembangkan emosi yang positif, membuat
pelajaranjadi menarik. Menyadari banyaknya pandangan lain yang berbeda,
dan cara berpikir yang berbeda semua ini akan menguatkan suatu ide atau
kepercayaan.
Mengapa harus Berubah
Kepada mahasiswa, mungkin kepada dosen
juga, perlu dij elaskan mengapa cara bare ini yang terbaik. Perlu
digambarkan bagaimana pengetahuan dan keterampilan yang akan dipelajari
terkait dengan tujuan belajar, dan bagaimana metode yang dipakai
memungkinkan mahasiswa mengembangkan keterampilan belajar dan berpikir
yang akan terpakai seumur hidup.
Selain itu juga perlu dij elaskan bahwa
cam bare ini sesuai dengan cara kerj a otak, yaitu otak akan berkembang
bila terus aktif digunakan dan masukan pengetahuan akan terus
berkesinambungan. Cara diskusi dalam kelompok kecil, belajar bicara, dan
mendengarkan orang lain, mempresentasikan karyanya dalam kelompok,
belaj ar menyampaikan dan mempertahankan, mungkin merupakan keterampilan
paling penting untuk berhasil dalam karir.
Di tempat kerja, penting untuk dapat
mengungkapkan ide dengan jelas dan tepat, mendengarkan kebutuhan orang
lain. Dalam dunia kerja, ide, gagasan,
usulan, dan pertanyaan tidak akan
didengar bila hanya menunggu diminta, oleh karena itu hams
aktifbahkanproaktif. Harus jugamenarik perhatian atasan dengan lontaran
ide yang cepat, j alas dan efektif, waktu dan momen adalah unsur
penting. Tidak mendengarkan dengan hati-hati apayang
diinginkanpelanggan, klien, pasien, teman kerj a, atau atasan, dapat
menimbulkan citra buruk.
Keseimbangan dalam Kelompok
Untuk dapat berdiskusi dengan lancar dan
efektifbagi semua mahasiswa peserta, keseimbangan dalam tingkat
pengetahuan dan kemampuanmungkin diperlukan. Kesenjangan yang besar
dalam kedua hal ini sangat mungkin akan menghambat kelancaran diskusi
dalam kelompok. Hal ini akan mengarahkan kepada pembentukan
kelompok-kelompok diskusi berdasarkan tingkat kemampuan. Dapat juga
pembentukan kelompok ini didasarlcan pada kesamaan minat. Namun
pembentukan kelompok tanpa batasan sama sekali pun mungkin mempunyai
nilai positiftertentu. Hal ini membutuhkan evaluasi lebihmendalam.
Tugas Dosen makin Berat
Pergeseran pandangan yang menempatkan
pembelajar sebagai pusat dalam proses pembelajaran mengharuskan dosen
berubah, suatuperubahan yang besar. Dosen diharapkan tidak lagi bersikap
galak tanpa alasan. Dalam setiap acara pembelajaran dosen bahkan
diharapkan dapat membentuk iklim belajar yang menyenangkan. Sisipan
humor yang dapat mencairkan kekakuan kelas dan menghilmgkan kantak
sangat dianjurkan. Ukurannya arialahmahasiswa menikrnati mengikuti kelas
dosen tersebut.
Dosen diharapkan menjadi orang yang
penuh perhatian terhadap setiap mahasiswanya. Dosen harus mengubah
pandangannya terhadap mahasiswa. Dengan sedildt bekal
pengetahuanpsikologi dosen dapat lebih menghargai pribadi mahasiswa
sebagai individu yang sudah dewasa.
Dosen harus dapat mengenali gaya belajar
masing-masing mahasiswa dan melakukan pengaturan seperti kelompok dan
materi ajar maupun metode penyampaian yang sesuai dengan tiap mahasiswa.
Dosen harus bersedia
menyesuaikan gaya mengajarnya agar
sesuai dengan gaya belajar masing-masing mahasiswa. Dosen harus membantu
mahasiswa agar mengetahui apa yang mereka sudah tahu, tidak tahu, dan
salah mengerti.
Dosen perlu mengkaji ulang cara-cara
mendisiplinkan mahasiswa yang dijalankan selama ini. Perlu dikompromikan
agar tidak terlalu keras maupunterlalu lunak sehingga memanjakan
mahasiswa. Banyak lagi perubahan yang diharapkan terjadi pada din dosen.
Kesimpulan
Dalam dunia pendidikan saat ini beredar
pandangan bahwa metode pendidikan yang berfokus pada pembelajar dapat
menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik, dibanding metode lama yang
cenderung berfokus pada pengajar. Pergeseran ini menghendaki perubahan
sistem pendidikan agar dapat berhasil baik. Semua pihak juga hams mau
menjalani perubahan ini.
Mahasiswa sekarang menjadi pemeran
utama, mereka harus lebih aktif dibanding dulu, sedangkan dosen berubah
menj adi fasilitator. Perlakuan yang menyeragamkan mahasiswa perlu
dibuat lebih luwes, karenatiap mahasiswa pada dasarnya memiliki karakter
dan kebiasaan belajar, serta minat yang berbeda¬beda. Dosen perlu
mengenali karakter tiap mahasiswa agar dapat memberikan perlakuan yang
tepat, sehingga mahasiswa dapat belajar dengan lebih efektif.
Mahasiswa perlu lebih bersikap mandiri
karena dosen hanya mendampingi dan mendorong agar mahasiswa dapat
belajar dengan efektif. Disiplin yang dibutuhkan agar proses belajar
dapat berjalan dengan lancar hams muncul dari dalam diti mahasiswa
sendiri. Dosen bertugas memotivasi mahasiswa.
Dengan diberi kebebasan dalam proses
belajar, mahasiswa yang aktif akan dapat sangat cepat memperoleh
berbagai data dari berbagai sumber melalui internet. Dosen tidak boleh
kalah gesit bila tidk ingin kerepotan dalam proses pembimbingan karena
mahasiswa lebih tahu dan dosen.
Kegiatan belajar akan lebih efektif
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil berdiskusi, untuk ini ruang yang
dibutuhkan akan beruparuang-ruang kecil dalam jumlah banyak.
Agar dapat berhasil baik, semua pihak
perlu menyadari dan menerima nisi baik dari perubahan metode belajar
ini, dan semua pihak bersedia mengubah cara belajar dan mengajar
masing-masing.
Daftar Pustaka
Baillie, Caroline, & Ivan Moore, (2004), Effective learning and teaching in engineering, London, Routledge Falmer.
Beard, Colin, & John P. Wilson, (2006), Experiential learning. 2nd ed. London, Kogan Page.
Doyle, Terry, (2008), Helping students learn in a learner centered environment, Virginia, Stylus.
Grote, Dick, (2006), Discipline without punishment, 2nd edition, New York, Amacom.
Mendler, Allen N., (2001), Connecting
with students, Alexandria, USA, ASCD. Oblinger, Diana G, ed., (2006),
Learning spaces, Educause.
Oblinger, Diana G, James L. Oblinger, eds., (2005), Educating the net generation, Educause.
Watkins, Chris, Eileen Carnell, Caroline Lodge, (2007), Effective learning in classrooms, London, Paul Chapman Publishing.
No comments:
Post a Comment