Monday, April 30, 2012
Saturday, April 28, 2012
MODEL PENYELENGGARAAN PELATIHAN LAYANAN PTK PAUDNI BERBASIS TUPOKSI TAHUN 2011 BPPNFI REGIONAL VI BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Pendidikan dalam prosesnya juga mencakup tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif, inisiatif, empati dan yang memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal bermasyarakat. Sedangkan tugas pendidikan adalah memberikan bekal kepada peserta didik agar potensinya berkembang, wajar, optimal dan bersifat adaptif dalam menghadapi berbagai permasalahan kelak setelah menamatkan studinya.
Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Pendidikan dan latihan (Pelatihan) merupakan salah satu usaha meningkatkan kinerja PTK agar mempunyai kemampuan yang baik, berkepribadian, dan punya dedidasi yang tinggi terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Pendidkan dan pelatihan (Pelatihan) pendidik dan tenaga kependidikan dimaksudkan untuk menanggulangi maslah-masalah dalam melaksanakan tugasnya. Permasalahan dalam program PAUDNI semakin bertambah dan selalu beriringan dengan permasalahan yang timbul dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu pengelolahan pendidikan dan latihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan membutuhkan perhatian dan penanganan yang sangat serius. Paling tidak ada tiga alasaan penting yang mendasari pentingnya penyelanggaraan Pelatihan bagi PTK yaitu; 1) program pendidikan nonformal dan informal banyak bentuk jenjang dan jenisnya sehingga membutuhkan tenaga pendiidk dan tenaga kependidikan yang kemampuannya beragam juga, 2) program pendidikan nonformal dan informal dari waktu ke waktu selalu mangalami perubahan sesuai dengan perkembangan kondisi dan kebutuhan masyarakat, sehingga pendidik dan tenaga kependidikan memerlukan kemampuan yang sesuai dengan perkembangan tersebut. 3). Lebih dari 85 % pendidik dan tenaga kependidikan adalah volunteer yang mengandalkan pengabdian dan hanya memiliki kemampuan dasar. Kondisi penyelenggaraan Pelatihan khususnya PTK belum memuaskan pihak sebagai pemangku kewenangan penyelanggaran pendidikan nonformal dan informal,hal ini disebabkan banyak factor satangu diantaranya adalah kemampuan institusi penyelanggara pelatihan yang masih kurang.
Sejalan dengan kebijakan Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional VI Banjarbaru yang menetapkan program salah satunya adalah pengembangan model meningkatkan layanan dan mutu bagi pendidik dan tenaga kependidikan di wilayah kerja se-Kalimantan melalui pendidikan dan pelatihan, khususnya peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,tujuan utama adalah untuk peningkatan kompetensi/meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidang masing-masing dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Tersusunnya seperangkat model layanan PTK PAUDNI melalui pelatihan khususnya bagi pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatan kompetensi yang dilengkapi dengan bahan belajar yang dapat diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PTK PAUDNI
2. Tujuan khusus
a. Memberikan materi pelatihan bagi tenaga pendidik/tenaga kependidikan agar dapat menyelenggarakan bentuk pelatihan di satuan pendidikan masing-masing.
b.Meningkatkan kemampuan/kompetensi tenaga pendidik/tenaga kependidikan di wilayah kerja BPPNFI Regional VI Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
C. Manfaat
1. Bagi Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK PAUDNI) sebagai pengambil kebijakan di bidang peningkatan mutu yaitu tersedianya model penyelenggaraan pelatihan layanan PTK PAUDNI.
2. Bagi BPPNFI Regional VI, yaitu sebagai realisasi tugas pokok dan fungsi BPPNFI Regional VI Banjarbaru dalam mengembangkan model dan menjamin mutu program PNFI.
3. Instansi Terkait/Stakeholder, yaitu sebagai panduan pelaksanaan kegiatan pelatihan bagi peningkatan pendidik dan tenaga kependidikan di bidang pendidikan nonformal dan informal.
1. Bagi Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK PAUDNI) sebagai pengambil kebijakan di bidang peningkatan mutu yaitu tersedianya model penyelenggaraan pelatihan layanan PTK PAUDNI.
2. Bagi BPPNFI Regional VI, yaitu sebagai realisasi tugas pokok dan fungsi BPPNFI Regional VI Banjarbaru dalam mengembangkan model dan menjamin mutu program PNFI.
3. Instansi Terkait/Stakeholder, yaitu sebagai panduan pelaksanaan kegiatan pelatihan bagi peningkatan pendidik dan tenaga kependidikan di bidang pendidikan nonformal dan informal.
D. SASARAN MODEL
Pengguna model ini adalah lembaga penyelenggara pendidikan nonformal dan informal yang punya komitmen meningkatkan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan dan dapat juga dimanfaatkan oleh semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap peningkatan kualitas para pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan, antara lain sebagai berikut:
1. BPKB di masing-masing Provinsi
2. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
3. Instansi lain yang sangat peduli terhadap peningkatan pendidikan,
Pengguna model ini adalah lembaga penyelenggara pendidikan nonformal dan informal yang punya komitmen meningkatkan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan dan dapat juga dimanfaatkan oleh semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap peningkatan kualitas para pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan, antara lain sebagai berikut:
1. BPKB di masing-masing Provinsi
2. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
3. Instansi lain yang sangat peduli terhadap peningkatan pendidikan,
BAB.II
DASAR, DAN ALUR MODEL
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
5. DIPA Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional VI Banjarbaru tahun 2011
B. ALUR MODEL
Gambaran Skema Model
Proses pelatihan dapat dipandang sebagai suatu sistem, sistem yang dimaksud dapat dipahami sebagai suatu siklus dengan fase-fase yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Fase-fase tersebut berhubungan dengan langkah-langkah yang biasa digunakan orang yang ingin memecahkan suatu permasalahan.
Fase Pokok dalam Penyelenggaraan Pelatihan
1. Menentukan kebutuhan pelatihan
2. Perancangan pendekatan pelatihan
3. Pengembangan materi dan perlengkapan pelatihan
4. Pelaksanaan pelatihan
5. Evaluasi dan upaya memperbaiki pelatihan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
5. DIPA Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional VI Banjarbaru tahun 2011
B. ALUR MODEL
Gambaran Skema Model
Proses pelatihan dapat dipandang sebagai suatu sistem, sistem yang dimaksud dapat dipahami sebagai suatu siklus dengan fase-fase yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Fase-fase tersebut berhubungan dengan langkah-langkah yang biasa digunakan orang yang ingin memecahkan suatu permasalahan.
Fase Pokok dalam Penyelenggaraan Pelatihan
1. Menentukan kebutuhan pelatihan
2. Perancangan pendekatan pelatihan
3. Pengembangan materi dan perlengkapan pelatihan
4. Pelaksanaan pelatihan
5. Evaluasi dan upaya memperbaiki pelatihan
BAB.III
PENYELENGGARAAN PELATIHAN
PENYELENGGARAAN PELATIHAN
A. Tujuan Penyelenggaraan Pelatihan
a) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi
b) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman,dan pemberdayaan masyarakat.
d) Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
B. Strategi Penyelenggaraan Pelatihan
a) Classroom (off line learning), yaitu strategi penyelenggaraan Pelatihan yang dilaksanakan di ruang kelas secara tradisional.
b). E-Learning meliputi:
(1) E-Mentoring dan e-Coaching
Menurut Driscoll dan Carliner (2005), pengertian mentoring adalah: “Mentoring is typically a relationship between an experienced and a less experinced person in which the Mentoring dan Coaching pada prinsipnya adalah sama,
.
(2) M-Learning (mobile learning)
Adalah pembelajaran yang dilakukan melalui alat yang dapat dijinjing (portable) melalui jaringan wireless.
3) Live Virtual Classroom (LVC)
Adalah pembelajaran secara online dimana instruktur dan peserta dapat berinteraksi bersama secara real time menggunakan internet. Aktivitas yang dilakukan dalam proses
c) Blended Learning, merupakan integrasi antara dua/atau lebih strategi penyelenggaraan Pelatihan yang dapat berupa kombinasi:
(1) 2 atau lebih classroom /offline program
(2) 2 atau lebih e-learning
(3) 2 atau lebih classroom dan e-learning
4) Penyelenggaraan Pelatihan yang Efektif
-
Dalam rangka mencapai tujuan dari penyelenggaraan pelatihan yang telah ditetapkan, baik secara umum maupun secara spesifik, maka Pelatihan harus diselenggarakan secara efektif. Terdapat beberapa komponen yang ikut berperan dalam menciptakan efektifitas penyelenggaraan Pelatihan yang efektif (University of Maryland: 2002) yaitu:
a) Identifikasi peserta dan jadwal pelaksanaan Pelatihan
b) Menentukan kebutuhan Pelatihan
c) Menetapkan tujuan Pelatihan
d) Menyiapkan dan mengorganisir materi Pelatihan
e) Memilih metode pelatihan dan menyiapkan materi Pelatihan
f) Mengorganisir penyelenggaraan Pelatihan
g) Mengembangkan strategi evaluasi
5). Persiapan Penyelenggaran Pelatihan
a. Langkah Persiapan Penyelenggaraan Pelatihan
b. Rapat Panitia Persiapan
c. Penetapan Narasumber
d. Penentuan Lokasi dan Penyiapan Ruangan
e. Pedoman Penyelenggaraan dan Penyiapan Kurikulum dan Bahan Ajar
f. Penyiapan Sarana dan Prasarana Lain
BAB. IV
PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN
PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN
A. Penerimaan Peserta di Asrama
Sehari sebelum kegiatan Pelatihan dimulai peserta diminta melakukan registrasi ke asrama. Pada saat registrasi tersebut nama peserta dicocokkan dengan daftar yang sudah dibuat beserta pembagian kamarnya. Peserta diminta mengisi dan menandatangani daftar peserta yang telah melakukan regristrasi dan menerima kunci kamar. Oleh karena itu, daftar ini harus sudah dibuat sebelumnya dan kamar beserta fasilitasnya seperti toilet sudah dicek sebelumnya.
Sehari sebelum kegiatan Pelatihan dimulai peserta diminta melakukan registrasi ke asrama. Pada saat registrasi tersebut nama peserta dicocokkan dengan daftar yang sudah dibuat beserta pembagian kamarnya. Peserta diminta mengisi dan menandatangani daftar peserta yang telah melakukan regristrasi dan menerima kunci kamar. Oleh karena itu, daftar ini harus sudah dibuat sebelumnya dan kamar beserta fasilitasnya seperti toilet sudah dicek sebelumnya.
B. Pembukaan Pelatihan
Sebelum Pelatihan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan acar pembukaan Pelatihan oleh Kepala/pimpinan atau oleh Kasi/Kabid apabila kepala tidak dapat berkenan menghadri kegiatan pembukaan.
Sebelum Pelatihan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan acar pembukaan Pelatihan oleh Kepala/pimpinan atau oleh Kasi/Kabid apabila kepala tidak dapat berkenan menghadri kegiatan pembukaan.
C. Pemberian Pengarahan
Yang dimaksud dengan pemberian pengarahan di sini adalah pemberian pengarahan oleh sekretariat panitia Pelatihan terkait dengan hal-hal yang perlu disampaikan/diketahui oleh peserta Pelatihan.
Yang dimaksud dengan pemberian pengarahan di sini adalah pemberian pengarahan oleh sekretariat panitia Pelatihan terkait dengan hal-hal yang perlu disampaikan/diketahui oleh peserta Pelatihan.
D. Pembagian ATK, Buku Pedoman dan Modul Pelatihan
Pada saat pelatihan akan dimulai, maka perlu dibagikan alat tulis (ATK), Buku Pedoman dan Modul Pelatihan. Kesemua komponen tersebut diperlukan dalam rangka mengikuti kegiatan pelatihan dan agar tidak tercecer maka sebaiknya dimasukkan dalam sebuah tas.
Pada saat pelatihan akan dimulai, maka perlu dibagikan alat tulis (ATK), Buku Pedoman dan Modul Pelatihan. Kesemua komponen tersebut diperlukan dalam rangka mengikuti kegiatan pelatihan dan agar tidak tercecer maka sebaiknya dimasukkan dalam sebuah tas.
E. Pengecekan Kedatangan Pengajar
F. Pengecekan Persiapan Ruang Kelas
G. Proses Pembelajaran
H. Menyebar Form Evaluasi Penyelenggaraan
F. Pengecekan Persiapan Ruang Kelas
G. Proses Pembelajaran
H. Menyebar Form Evaluasi Penyelenggaraan
BAB. V
EVALUASI PELATIHAN
EVALUASI PELATIHAN
Evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dalam prosesnya,evaluasi tidak hanya melibatkan satu pihak saja, akan tetapi melibatkan banyak pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dalam proses evaluasi Pelatihan yang diselenggarakan ada beberapa pihak yang terkait erat dalam berhasil tidaknya kegiatan evaluasi tersebut. Permasalahan-permasalahan yang terkadang muncul dalam proses evaluasi tersebut penulis kategorikan ke dalam Lima kelompok, yaitu :
A. Evaluasi Program
B. Evaluasi Peserta
C. Evaluasi Pengajar
D. Evaluasi Penyelenggaraan
E. Evaluasi Paska Pelatihan
A. Evaluasi Program
1. Tujuan Evaluasi Program
Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Hakekat Evaluasi Program
Menurut John L Herman dalam Tayibnapis (1989: 6) program adalah segala sesuatu yang anda lakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil atau manfaat. Dari pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa semua perbuatan manusia yang darinya diharapkan akan memperoleh hasil dan manfaat dapat disebut program.
3. Model-model evaluasi
Ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi program khususnya program pendidikan dan Pelatihan. (Suharsimi Arikunto dan Cecep Safruddin Abdul Jabbar: 2004). Menurut Stephen Isaac dan Willian B. Michael (1984: 7) model-model evaluasi dapat dikelompokan menjadi enam yaitu: a). Goal Oriented Evaluation. b). Decision Oriented Evaluation c). Evaluasi konteks (conitext evaluation) d). Evaluasi input (input evaluation) e). Evaluasi proses (process evaluation) .f).Evaluasi Produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP.
B. Evaluasi peserta
Untuk peserta Pelatihan ada beberapa komponen yang perlu dievaluasi adalah yaitu:
1. Penguasaan materi
2. Disiplin
3. Aktivitas
C. Evaluasi pengajar
Untuk mengetahui efektivitas seorang pengajar dalam menyampaikan bahan ajarnya, perlu diadakan evaluasi terhadap pengajar yang bersangkutan. Komponen-komponen yang perlu dievaluasi adalah :
a) Kompetensi
b) Teknik Presentasi dan Komunikasi.
c) Sikap dan Perilaku
D. Evaluasi penyelenggaraan
Untuk mengetahui berbagai kekurangan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta untuk perbaikan pada Pelatihan berikutnya, maka perlu dilakukan evaluasi penyelenggaraan oleh peserta dengan komponen sebagai berikut :
1) Efektifitas penyelenggaraan;
2) Kenyamanan ruang belajar;
3) Kursi/bangku, whiteboard dan sarana di dalam ruang belajar;
4) Kebersihan ruang belajar;
5) Keamanan ruang belajar;
6) Layout ruang belajar
7) Cahaya dan ventilasi ruang belajar;
8) Penyediaan menu konsumsi dan pelayanan;
9) Pelayanan kesehatan;
10) Penyediaan dan kebersihan kamar kecil;
11) Pelayanan sarana ibadah.
12) Pelayanan petugas secretariat.
13) Penyediaan alat bantu pendidikan seperti transparant sheet, OHP, spidol, whiteboard, blanko absen dan lain-lain.
14) Ketepatan waktu penyampaian buku/diktat dibandingkan dengan pelajaran yang disampaikan pengajar;
E. Evaluasi Pasca Pelatihan
Aspek-aspek yang dievaluasi meliputi:
1) Kemampuan dan pendayagunaan alumni
2) Kemampuan para alumni dalam menerapkan pengetahuan/ keterampilan pada pelaksanaan tanggung jawab/kewajiban yang menyertai jabatan yang dipangkunya.
3) Pendayagunaan potensi para alumni.
4) Kontribusi alumni Pelatihan terhadap kualitas output instansi tempat alumni bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Craig, RL (1987); Trainning and Development Handbook, a Guide to Human Resourrce Development ; American Society for Training and Development (ASTD), Mc Graw Hill Book Company.
Sutarto. 1995. Dasar-dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003 Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Andi Offset.
Castetter B. William, (1996), The Personal Function in Educational administration, Mc Millian.
Veithzal Rivai,. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Martoyo, M, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jogyakarta, Penerbit BPFE,1990
Moekijat, Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 1990
Saefuddin Azwar (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelaja
Rahardja, Alice Tjandralila. 2004. “Hubungan Antara Komunikasi antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMUK BPK PENABUR Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur. III (3). [Online]. Tersedia: www.bpkpenabur.or.id/jurnal. [20 Oktober 2005]
Hariani, Muji dan Muhadjir, Noeng. 1990. Evaluasi Kemampuan Mengajar Jakarta: PPP3G Dikbud
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1996, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, ( Alih Bahasa Nunuk Adiarni), Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
Agustini, D (2005) Pengaruh Budaya Organisasi dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Widyaiswara di PPPG Tertulis Bandung, Tesis, Bandung, PPS UNWIM
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Bilmar, P (2006) Pengaruh Desain Pekerjaan dan Kompetensi terhadap Kepuasan Kerja dan Implikasinya kepada Kinerja Pegawai (Suatu Survei pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di lingkungan Kantor Wilayah XII Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bandung, Disertasi PPS UNPAD.
Brannen, J, 1997, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Sutarto. 1995. Dasar-dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003 Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Andi Offset.
Castetter B. William, (1996), The Personal Function in Educational administration, Mc Millian.
Veithzal Rivai,. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Martoyo, M, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jogyakarta, Penerbit BPFE,1990
Moekijat, Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 1990
Saefuddin Azwar (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelaja
Rahardja, Alice Tjandralila. 2004. “Hubungan Antara Komunikasi antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMUK BPK PENABUR Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur. III (3). [Online]. Tersedia: www.bpkpenabur.or.id/jurnal. [20 Oktober 2005]
Hariani, Muji dan Muhadjir, Noeng. 1990. Evaluasi Kemampuan Mengajar Jakarta: PPP3G Dikbud
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1996, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, ( Alih Bahasa Nunuk Adiarni), Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta.
Agustini, D (2005) Pengaruh Budaya Organisasi dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Widyaiswara di PPPG Tertulis Bandung, Tesis, Bandung, PPS UNWIM
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Bilmar, P (2006) Pengaruh Desain Pekerjaan dan Kompetensi terhadap Kepuasan Kerja dan Implikasinya kepada Kinerja Pegawai (Suatu Survei pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di lingkungan Kantor Wilayah XII Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bandung, Disertasi PPS UNPAD.
Brannen, J, 1997, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
MODEL KURSUS DAN PELATIHAN PKH BERBASIS POTENSI LOKAL (KAIN SASIRANGAN)
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu program pendidikan nonformal yang sudah cukup lama tetapi masih relevan dalam upaya pemberdayaan masyarakat (khususnya peningkatan pengetahuan keterampilan dan kemampuan berusaha), adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Keberadaan program ini dimulai sekitar tahun 2004 semula sebagai bentuk pelayanan PNF bagi masyarakat pasca pendidikan keaksaraan. Pada perkembangan selanjutnya tidak saja melayani masyarakat pasca pendidikan keaksaraan tetapi juga masyarakat yang belum memiliki keterampilan dan pendapatan (pengangguran). Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) saat ini diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Sanggar Kegiatan Belajar (UPTD SKB), Pusat Kegiatan Belajar (PKBM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga lainnya termasuk dalam rangka pengembangan dan uji coba yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) dan Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI).
Model kursus dan pelatihan PKH kain sasirangan sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat, dalam rangka untuk upaya mempertahankan dan meningkatkan kelestarian budaya lokal, peningkatan penguasaan berbagai keterampilan, penciptaan dan perluasan lapangan kerja, perolehan dan peningkatan pendapatan, perluasan akses dan peningkatan partisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan pembangunan, penguatan kapasitas-kapasitas lainnya baik diri, keluarga maupun kelompok yang lebih luas.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan perlu adanya model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian peserta didik, sehingga mampu menguasai; keterampilan teknis, pengelolaan usaha, memiliki karakter kewirausahaan, pada akhirnya; dapat bekerja dan berusaha secara mandiri (perorangan atau berkelompok) dan bekerja pada lembaga usaha atau industri.
B. Tujuan Penyusunan Model Konseptual
Tujuan penyusunan mode konseptual adalah (1) analisis situasi kewilayahan dan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), (2) penyusunan, pengembangan kurikulum pembelajaran terpadu, (3) pengembangan bahan belajar, perangkat evaluasi pembelajaran terpadu, (4) pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan pengembangan kemitraan.
C. Sasaran Pengguna
Model konseptual pembelajaran terpadu ini diharapkan dapat digunakan; (1) khususnya penyelenggara PKH Mandiri di wilayah kerja BPPNFI yang dianggap relevan dalam rangka uji coba model, (2) selanjutnya apabila dipandang oleh pakar dan praktisi, serta telah melalui uji coba diharapkan dapat tersebarluaskan dan digunakan oleh Pamong Belajar BPPNFI, UPTD BPKB, UPTD SKB, penyelenggara PKBM, pihak-pihak lain yang menyelenggarakan Pendidikan nonformal (PNF).
D. Ruang lingkup
Model konseptual pembelajaran terpadu ini mencakup ruang lingkup tahapan penyelenggaraan dan pembelajaran PKH yaitu; analisis situasi kewilayahan dan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan PKH, penyusunan dan pengembangan kurikulum pembelajaran terpadu, pengembangan bahan belajar dan perangkat evaluasi pembelajaran terpadu, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi serta pengembangan kemitraan.
Salah satu program pendidikan nonformal yang sudah cukup lama tetapi masih relevan dalam upaya pemberdayaan masyarakat (khususnya peningkatan pengetahuan keterampilan dan kemampuan berusaha), adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH). Keberadaan program ini dimulai sekitar tahun 2004 semula sebagai bentuk pelayanan PNF bagi masyarakat pasca pendidikan keaksaraan. Pada perkembangan selanjutnya tidak saja melayani masyarakat pasca pendidikan keaksaraan tetapi juga masyarakat yang belum memiliki keterampilan dan pendapatan (pengangguran). Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) saat ini diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Sanggar Kegiatan Belajar (UPTD SKB), Pusat Kegiatan Belajar (PKBM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga lainnya termasuk dalam rangka pengembangan dan uji coba yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) dan Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI).
Model kursus dan pelatihan PKH kain sasirangan sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat, dalam rangka untuk upaya mempertahankan dan meningkatkan kelestarian budaya lokal, peningkatan penguasaan berbagai keterampilan, penciptaan dan perluasan lapangan kerja, perolehan dan peningkatan pendapatan, perluasan akses dan peningkatan partisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan pembangunan, penguatan kapasitas-kapasitas lainnya baik diri, keluarga maupun kelompok yang lebih luas.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan perlu adanya model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian peserta didik, sehingga mampu menguasai; keterampilan teknis, pengelolaan usaha, memiliki karakter kewirausahaan, pada akhirnya; dapat bekerja dan berusaha secara mandiri (perorangan atau berkelompok) dan bekerja pada lembaga usaha atau industri.
B. Tujuan Penyusunan Model Konseptual
Tujuan penyusunan mode konseptual adalah (1) analisis situasi kewilayahan dan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), (2) penyusunan, pengembangan kurikulum pembelajaran terpadu, (3) pengembangan bahan belajar, perangkat evaluasi pembelajaran terpadu, (4) pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan pengembangan kemitraan.
C. Sasaran Pengguna
Model konseptual pembelajaran terpadu ini diharapkan dapat digunakan; (1) khususnya penyelenggara PKH Mandiri di wilayah kerja BPPNFI yang dianggap relevan dalam rangka uji coba model, (2) selanjutnya apabila dipandang oleh pakar dan praktisi, serta telah melalui uji coba diharapkan dapat tersebarluaskan dan digunakan oleh Pamong Belajar BPPNFI, UPTD BPKB, UPTD SKB, penyelenggara PKBM, pihak-pihak lain yang menyelenggarakan Pendidikan nonformal (PNF).
D. Ruang lingkup
Model konseptual pembelajaran terpadu ini mencakup ruang lingkup tahapan penyelenggaraan dan pembelajaran PKH yaitu; analisis situasi kewilayahan dan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan PKH, penyusunan dan pengembangan kurikulum pembelajaran terpadu, pengembangan bahan belajar dan perangkat evaluasi pembelajaran terpadu, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi serta pengembangan kemitraan.
BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU PADA PKH
KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU PADA PKH
A. Definsi Istilah
1. Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan secara sengaja dan sistematis untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar.
2. Pembelajaran terpadu; adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memadukan: materi/pokok bahasan/subpokok bahasan, proses penyajian pembelajaran dan kegiatan usaha, pemanfaatan sarana dan tempat pembelajaran, unsur dan keterlibatan nara sumber, kegiatan evaluasi dan pengembangan kemitraan.
3. Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) menurut petunjuk teknis PKH, secara umum adalah suatu kegiatan membelajarkan warga masyarakat untuk mengejar ketinggalan dibidang usaha, dengan cara bekerja, belajar dan berusaha, guna memperoleh mata pencaharian sebagai sumber penghasilan yang layak.
4. Kemandirian dimaknai sebagai berikut;kemandirian dalam belajar, mampu mengarahkan diri dalam belajar, belajar sudah menjadi kebutuhannya, sehingga belajar merupakan dorongan dari dalam dirinya, (2) kemandirian dalam mengambil prakarsa, inisiatif dan pemecahan masalah, (3) kemandirian dalam pengelolaan usaha, (4) kemandirian dalam bekerja dan berkarya, (5) kemandirian dalam ekonomi (dapat memenuhi kebutuhan sendiri).
B. Kerangka Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu diharapkan dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif, yaitu terwujudnya kemandirian peserta didik dengan memiliki dan menguasai; pengetahuan, keterampilan, sikap dan karakter kewirausahaan.
1. Desain pembelajaran terpadu
Desain pembelajaran dimaknai sebagai dokumen panduan proses pembelajaran PKH dengan jelas akan menggambarkan bagaimana pembelajaran terpadu dilihat dari keterpaduan dari berbagai aspek antara lain: aspek materi belajar, aspek nara sumber teknis, aspek proses penyajian materi pembelajaran baik teori maupun praktek, aspek metode pembelajaran yang relevan, aspek evaluasi
2. Desain penyelenggaraan
Dalam merancang penyelenggaraan PKH agar tercipta pembelajaran terpadu secara kondusif maka beberapa aspek perlu di cermati antara lain aspek perencanaan harus melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) seperti calon peserta didik, calon tutor/nara sumber, dunia usaha dan industri, organisasi yang terkait dan relevan, unsur pemerintah yang sangat terkait atau relevan, seperti pemerintahan tingkat desa/kecamatan, dinas pendidikan, peindustrian dan perdangan, koperasi dan UKM. Proses perencanaan juga mempertimbangkan aspek-aspek potensi ekonomi lokal, seperti sumber daya manusia, pasar, bahan baku, budaya dan teknologi. Mempertimbangkan tindak lanjut pemanfaatan lulusan atau peserta didik PKH, dan sumber-sumber pembiayaan dan komponen pembiayaan yang diperlukan.
BAB III
PROSES PENYELENGGARAAN PKH
DAN TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TERPADU
PROSES PENYELENGGARAAN PKH
DAN TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TERPADU
Model konseptual pembelajaran terpadu, merupakan bagian dari rancangan penyelenggaraan PKH. Lingkup yang dibahas dalam proses penyelenggaraan PKH dan tahapan pelaksanaan pembelajaran terpadu meliputi; 1) tahapan analisis situasi dan kondisi kewilayahan, tujuannya untuk mengetahui masalah dan potensi lokal yang dapat dikembangkan dilingkungan tersebut, 2) identifikasi kebutuhan penyelenggaraan PKH, (3) penyusunan program dan perangkat pembelajaran, 4) orientasi peserta didik, pendidik dan para pihak lainnya, 5) pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan usaha, melalui tahapan pelatihan, pemagangan dan pemandirian, (6) evaluasi, (7) pengembangan kemitraan.
A. Analisis situasi dan kondisi kewilayahan
1. Pengertian Analisis situasi dan kondisi kewilayahan
Analisis situasi atau sering disebut analisis lingkungan adalah tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan perencanaan program, yang dimaksudkan untuk mengetahui kesenjangan antara situasi yang ada sekarang dengan situasi yang diinginkan beserta potensi dan kendala untuk mencapai kondisi yang ideal.
2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data sebagai berikut: memperoleh informasi menyeluruh tentang situasi dan kondisi masyarakat, mengetahui kesenjangan antara kondisi sekarang dan kondisi yang diinginkan,mengetahui faktor-faktor penyebab dan alternatif pemecahan yang telah dilakukan.
3. Input :
4. Proses
Penyelenggara program bersama sama dengan pemerintahan setempat dan masyarakat melaksanakan pengumpulan data.
5. Hasil
Hasil dari kegiatan ini didapatkan data-data berkenaan dengan :
a. Tersedianya data menyeluruh tentang situasi dan kondisi masyarakat..
b. Tersedianya data kesenjangan antara kondisi sekarang dan kondisi yang diinginkan.
c. Diketahuinya faktor-faktor penyebab dan alternatif pemecahan yang telah dilakukan.
6. Manfaat
Dalam melakukan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan program PKH yang meliputi :calon peserta didik, calon nara sumber teknis, program atau jenis keterampilan dan usaha, sumber-sumber pembiayaan,bahan-bahan belajar, calon mitra program, bahan baku, teknologi dan pemasaran, perluasan akses untuk pengembangan usaha dan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap kewirausahaan.
7. Pelaksana
Pihak-pihak yang perlu terlibat dalam kegiatan analisis situasi lingkungan adalah pemerintahan desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan intansi yang lain yang relevan dan memiliki kaitan dengan data dan informasi yang dibutuhkan.
B. Identifikasi
1. Pengertian
Kegiatan identifikasi diartikan sebagai kegiatan mencari, menemukan, mengolah, menyajikan dan memanfaatkan berbagai data terkait dengan komponen penyelenggaraan program PKH.
2. Tujuan
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mencari menemukan, menyajikan dan memanfaatkan data.
3. Tahapan kegiatan dalam melakukan identifikasi yaitu : Persiapan, Pelaksanaan, Pengolahan, Pemanfaatan Hasil identifikasi
4. Input
5. Proses
6. Hasil
C. Pengembangan Perangkat Penyelenggaraan PKH
Pengembangan perangkat penyelenggaraan PKH didasarkan pada hasil identifikasi, kegiatan pada tahapan ini adalah penyusunan program pembelajaran dan bahan belajar,
1. Program Pembelajaran
a. Pengertian
Program pembelajaran merupakan seperangkan rencana pembelajaran yang meliputi kompetensi, kompetensi dasar, indikator, waktu dan proses penyajian dan evaluasi.
b. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan rencana pembelajaran yang akan menjadi rujukan peserta didik dan instruktur baik dalam kegiatan pembelajaran maupun usaha.
c. Proses pembuatan kurikulum (silabus)
Proses pembuatan kurikulum (silabus), penyelenggara, pengelola dan semua tutor yang terlibat dalam pembelajaran PKH bersama-sama menyusun, mereview, memfinalkan dan selanjutnya disepakati menjadi rencana pembelajaran (kurikulum) PKH
2. Waktu yang dibutuhkan diperkirakan 1 minggu
a. Hasil
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini, tersusunnya rencana pembelajaran dalam bentuk (1) silabus memuat kompetensi, kompetensi dasar, proses, waktu dan evaluasi, (2) jadwal pembelajaran.
3. Bahan Belajar
a. Pengertian
Bahan belajar dapat diartikan sebagai materi atau isi pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik dalam proses belajar suatu program belajar pendidikan nonformal, contoh bahan belajar: modul, diktat, poster, alat/ bahan praktek.
b. Tujuan
Tujuan dari pembuatan bahan belajar adalah sebagai alat untuk memudahkan dalam proses pembelajaran.
c. Proses
Proses pembuatan bahan belajar (modul), penyelenggara, pengelola dan semua tutor yang terlibat dalam pembelajaran PKH bersama-sama menyusun, mereview, memfinalkan dan selanjutnya disepakati menjadi bahan belajar PKH
4. Waktu yang dibutuhkan diperkirakan 2 minggu
D. Orientasi
1. Pengertian orientasi
Orientasi pengelola, instruktur, peserta didik dan para pihak terkait dalam penyelenggaraan PKH agar para pihak dimaksud dapat memahami tugas, wewenang dan mekanisme penyelenggaraan PKH, sehingga dapat melaksanakan perannya secara optimal.
2. Tujuan adalah: memberikan pemahaman terhadap para pihak dalam penyelenggaraan PKH, dan memberikan motivasi kepada para pihak terutama peserta didik agar kegiatan PKH.
3. Input
4. Proses pelaksanaaan sebagai berikut: menjelaskan tujuan, proses dan hasil yang diinginkan, penyampaian informasi tentang penyelenggaraan PKH, silabus pembelajaran, diskusi, pembahasan dan penyepakan-penyepakatan dan penyusunan rencana tindak lanjut.
5. Hasil
a. para pihak dalam penyelenggaraan PKH (instruktur, pengelola, peserta didik, penilik, dan pihak lainnya) memiliki pemahaman yang baik terkait dengan tugas, wewenang, mekanisme, aturan dalam penyelenggaraan PKH.
b. para pihak terutama peserta didik agar kegiatan PKH tersebut menjadi wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap kearah yang lebih baik.
E. Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran terpadu pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) dilakukan melalui tiga tahapan pembelajaran, yaitu : (1) tahapan pembekalan,(2) tahapan pendalaman belajar dan bekerja (dilakukan dengan kegiatan pemagangan), dan (3) tahapan pemandirian, yang merupakan kegiatan tindak lanjut (dilakukan dengan pemandirian dan pendampingan terhadap peserta didik).
1. Tahap pelatihan
Proses pelatihan dalam penyelenggaraan PKH sangat strategis untuk dapat memberikan bekal awal kepada peserta didik terkait dengan pengetahuan dan keterampilan. Dalam penerapannya pada proses pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), latihan merupakan tahapan pembelajaran pertama yaitu berada pada tahapan pembekalan, diharapkan pada tahapan latihan ini peserta didik memiliki keterampilan vokasional yang sesuai dengan harapan, bakat, dan minat.
2. Tahap pemagangan
Melalui magang seseorang yang memiliki pengalaman tertentu menyampaikan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki kepada orang lain yang belum berpengalaman dan membutuhkan pengalaman itu.
3. Tahap pemandirian
Kemandirian dalam arti yang luas, menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia yang berbudaya, misalnya kemandirian dalam belajar, bekerja, dan kemandirian dalam berusaha meningkatkan pendapatan serta bidang-bidang lain. Namun sesungguhnya makna esensi yang terdapat dan terkandung dalam pengertian kemandirian adalah kemampuan pengoptimalisasian diri atas bantuan orang lain. Dengan perkataan lain kemandirian dalam kebersamaan.
F. Evaluasi
Dalam proses pembelajaran, evaluasi menjadi sesuatu yang penting karena para pihak (penyelenggara, pengelola, peserta program, dan pihak yang terkait) dalam penyelenggaraan PKH ingin mengetahui perkembangan proses penyelenggaraan PKH maupun proses pembelajaran pelatihan, pemagangan dan hasil pemandirian.
G. Kemitraan
Kemitraan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kecakapan Hidup dengan pembelajaran terpadu meliputi: (1) kemitraan dalam pembelajaran (2) kemitraan dalam pendampingan setelah pembelajaran (3) kemitraan dalam usaha.
1. Pengertian kemitraan
Kemitaraan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kecakapan Hidup adalah salah satu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara pengelola dengan lembaga lain.
2. Tujuan kemitraan
Tujuan kemitraan adalah untuk memperlancar kegiatan Pendidikan Kecakapan Hidup dalam pembelajaran sampai memanfaatkan keterampilan yang dibelajarkan menjadi usaha warga belajar.
3. Manfaat kemitraan
Beberapa manfaat melakukan kegiatan kemitraan:
a. Mendapat kepastian penyelenggaraan PKH yang terencana, Resiko penyelenggaraan PKH dapat ditekan, memperoleh hasil yang maksimal, mencapai efisien penyelenggaraan yang maksimal, warga belajar mendapatkan keterampilan, kewirausahaan dan menjadi usaha yang mandiri.
4. Bidang-bidang kemitraan: kemitraan dalam pendidikan, permodalan, peralatan usaha, pemasukan bahan baku, pemasaran, dan pengelolaan usaha
a. Langkah-langkah melakukan kemitraan sebagai berikut: melakukan identifikasi intern,melakukan identifikasi calon mitra usaha, melakukan penjajagan dengan calon mitra, menentukan kesepakatan tentang objek kemitraan usaha dengan mitra usaha, menetapkan kesepakatan dan bentuk perjanjian.
5. Karakter yang harus dimiliki oleh pemitra dan mitra adalah: mempunyai sifat jujur, rasa tanggung jawab, menepati perjanjian,mempunyai pandangan ingin maju dan saling mempercayai.
BAB IV
KEUNGGULAN DAN KETERBATASAN
MODEL KONSEPTUAL PEMBELALAJARAN TERPADU
KEUNGGULAN DAN KETERBATASAN
MODEL KONSEPTUAL PEMBELALAJARAN TERPADU
Secara umum model konseptual ini diprediksi memiliki keunggulan-keunggulan sehingga menjadi alternatif dalam pemberdayaan masyarakat, tetapi juga disadari memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keunggulan dan keterbatasan dimaksud diantaranya sebagai berikut :
A. Keunggulan
1. Model pembelajaran terpadu pada PKH ini menyajikan lingkup isi yang lengkap dan detil diharapkan pengguna terpandu dalam membentuk, melaksanakan pembelajaran dan kegiatan usaha secara lebih jelas.
2. Kemitraan, partisipatif, menjadi kunci utama dalam penyelenggaraan PKH dengan model pembelajaran terpadu.
3. Dengan dilakukan analisis situasi dan kondisi secara menyeluruh, sebelum dilakukan identifikasi kebutuhan penyelenggaraan PKH, ketepatan, relevansi dengan kebutuhan belajar peserta didik, keunggulan kompetitip lokal dan kebijakan lokal diharapkan dapat terwujud.
4. Proses pembelajaran dan kegiatan usaha yang dilaksanakan melalui tahapan pelatihan, pemagangan dan pemandirian diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang berkualitas.
5. Pelibatan unsur lain (dunia usaha dan industri, lembaga sertifikasi profesi dan lembaga lainnya) dalam proses evaluasi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap kualitas peserta didik PKH.
B. Keterbatasan
1. Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif model ini tidak bisa diadopsi (diterapkan) secara langsung dan utuh pada daerah diluar lokasi uji coba, tetapi dapat diterapkan dengan terlebih dahulu melakukan adaptasi sesuai dengan kontek dan karakteristik setempat, ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pengelola PKH dilapangan, oleh karena itu memerlukan kualifikasi dan kompetensi ketenagaan yang lebih tinggi dibandingkan penyelenggaraan PKH dengan model PKH yang selama ini sudah ada.
2. Pelibatan banyak pihak dalam suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti penyelenggaraan PKH melalui model pembelajaran terpadu, tidaklah mudah, memerlukan waktu yang cukup dan mobilisasi yang ketenagaan yang tepat, inipun menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara PKH.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak Iskhak (1995), Metodelogi Pembelajaran Pada POD, Bandung Cipta Intelektual.
____________ (1996), Strategi Membangun Motivasi dalam POD, Bandung AGTA Manunggal Utama.
Buchari Alma ( 2005) Kewirausahaan, Bandung Alfabet,
____________ (2005) Dasar – dasar etika bisnis islam, Bandung Alfabet,
BP-PLSP Regional II Bandung (2006) Model penyelenggaraan PKH Berbasis Character Building, Bandung (tidak diterbtkan)
Depdiknas(2002) Pelatihan Kejar usaha, Dit dikusi Ditjen PLSP Depdiknas, Jakarta
E. Dede Suryaman (1999) Model pembelajaran dan penyelenggaraan KPP,PPS-UPI (Tesis tidak diterbitkan)
------------------(2005) Aspek-aspek sosial budaya dalam penyelenggaraan PKH, makalah PPS – UPI
Fogarty Robbin (1991), How to Integrate the Curricula IRI/Skylight Publishing, Inc, Palatine, Illions
Malcom. S Knowles (1970) The Modern Practice of Adult Education Andragogy versus Pedagogy: Association Press Follet Publishing Company Chicago
Oemar Hamalik (2001), Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA, Bandung Sinar Baru Algensindo.
R. Ibrahim dkk (2002), Kurikulum Pembelajaran, Bandung, Jurusan Kurikulum FIP-UPI
Syaodih, Nana (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung, Yayasan Kesuma
Sember: Pamong Belajar (Tim Pengembang Model BP-PNFI Regional VI Banjarbaru)
____________ (1996), Strategi Membangun Motivasi dalam POD, Bandung AGTA Manunggal Utama.
Buchari Alma ( 2005) Kewirausahaan, Bandung Alfabet,
____________ (2005) Dasar – dasar etika bisnis islam, Bandung Alfabet,
BP-PLSP Regional II Bandung (2006) Model penyelenggaraan PKH Berbasis Character Building, Bandung (tidak diterbtkan)
Depdiknas(2002) Pelatihan Kejar usaha, Dit dikusi Ditjen PLSP Depdiknas, Jakarta
E. Dede Suryaman (1999) Model pembelajaran dan penyelenggaraan KPP,PPS-UPI (Tesis tidak diterbitkan)
------------------(2005) Aspek-aspek sosial budaya dalam penyelenggaraan PKH, makalah PPS – UPI
Fogarty Robbin (1991), How to Integrate the Curricula IRI/Skylight Publishing, Inc, Palatine, Illions
Malcom. S Knowles (1970) The Modern Practice of Adult Education Andragogy versus Pedagogy: Association Press Follet Publishing Company Chicago
Oemar Hamalik (2001), Pendekatan baru strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA, Bandung Sinar Baru Algensindo.
R. Ibrahim dkk (2002), Kurikulum Pembelajaran, Bandung, Jurusan Kurikulum FIP-UPI
Syaodih, Nana (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung, Yayasan Kesuma
Sember: Pamong Belajar (Tim Pengembang Model BP-PNFI Regional VI Banjarbaru)
BAHAN AJAR ALAT TRANSPORTASI “JUKUNG”
BAHAN AJAR ALAT TRANSPORTASI “JUKUNG”
PENDAHULUAN
Daerah Kalimantan pada umumnya dan Kalimantan Selatan pada khususnya, memiliki sangat banyak sungai baik yang besar maupun kecil. Sebagai daerah perairan tentu membutuhkan sarana transportasi air untuk berbagai aktivitasnya. Alat transportasi tradisional di sungai menurut istilah bahasa Banjar disebut "jukung" yang dalam Bahasa Indonesia di kenal dengan sebutan perahu atau sampan.
Jukung merupakan alat transportasi air yang paling tertua sebelum dikenal adanya kapal.
Jukung merupakan alat transportasi air yang paling tertua sebelum dikenal adanya kapal.
Transportasi air “Jukung” di sungai Martapura
Kalimantan yang dikenal sebuah pulau dengan seribu sungai sudah barang tentu mengenal jukung ini sejak zaman dahulu kala. Budaya jukung sebenarnya dikenal pada 2000 SM, ketika migrasi pertama bangsa proto melayu (melayu tua) dari sungai Mekong, Yunan, Cina Selatan ke Kalimantan. Di duga bangsa proto-melayu yang telah mengenal logam tersebut adalah nenek moyang suku Dayak. Baru pada abad 6-7 M pembuatan jukung yang memiliki beragam jenis semakin berkembang di Kalimantan.
Kalimantan yang dikenal sebuah pulau dengan seribu sungai sudah barang tentu mengenal jukung ini sejak zaman dahulu kala. Budaya jukung sebenarnya dikenal pada 2000 SM, ketika migrasi pertama bangsa proto melayu (melayu tua) dari sungai Mekong, Yunan, Cina Selatan ke Kalimantan. Di duga bangsa proto-melayu yang telah mengenal logam tersebut adalah nenek moyang suku Dayak. Baru pada abad 6-7 M pembuatan jukung yang memiliki beragam jenis semakin berkembang di Kalimantan.
Jukung di buat selaras dengan kondisi alam Kalimantan pada waktu itu. Yang paling tua jenisnya di perkirakan adalah jukung sudur dan menjadi pondasi terciptanya jukung-jukung jenis baru. Perkembangan jukung yang sampai ke Kalimantan Selatan akhirnya menjadi identitas budaya saat berdirinya kerajaan Dipa di Amuntai, lalu kerajaan Daha di Nagara, Hulu Sungai Selatan hingga, kerajaan Banjar di kuin, yang menjadi tonggak lahirnya suku banjar. Budaya sungai dan alat transportasinya tidak bisa dipisahkan dalam sistem sosial masyarakat Banjar ketika itu.
Sekarang ini, dibanding angkutan umum di darat, betapa sulitnya menunggu taksi kelotok yang reguler mengangkut penumpang terutama sore hingga menjelang petang hari. Jauh ke belakang dalam sejarah Banjar tempo dulu, saat jukung (kini menjadi prototip kelotok) banyak berseliweran di sungai, tentu tidak sesulit sekarang. Minimnya akses darat membuat jukung menjadi alat transportasi penting kala itu. Bahkan lebih jauh lagi sebelum ‘lahirnya’ suku Banjar, jukung telah digunakan sebagai alat transportasi penting dalam penyebaran penduduk dari pesisir menuju pedalaman Kalimantan. Seorang Denmark yang menjadi urang Banjar, Erik Petersen (kini almarhum), banyak meneliti masalah jukung.
Benar saja jika sebuah idiom menyebut “tidak ada orang Banjar jika tidak ada jukung”. Sebab sejarah mencatat, Kerajaan Banjar di Kuin lahir setelah Pangeran Samudera lari mengasingkan diri menggunakan jukung dari Daha di Negara. Jarkasi, budayawan Kalimantan Selatan, menyebut budaya jukung sebagai harmoni dalam kehidupan masyarakat Banjar. Harmoni dan kearifan hidup dengan alam khususnya sungai yang tidak terasa lagi saat sekarang. Orang dulu memelihara sungai karena digunakan untuk jalan bepergian dengan jukung. Jukung sekarang mulai dipinggirkan dan terbukti kelestarian sungai menjadi terabaikan. Lantas apakah orang diajak kembali menggunakan jukung? Tidak harus begitu, hanya menegaskan bahwa dengan mengangkat kembali nilai budaya sungai yang positif berarti juga turut mengembalikan sungai ke fungsi sesungguhnya. Aneh jika jukung sebagai salah satu budaya sungai, pusaka warisan nenek moyang yang menyimpan kekayaan kearifan tidak ternilai justru dianggap biasa oleh masyarakat Banjar.
Karena keberadaan jukung yang semakin langka ditemukan sebagai sarana transportasi air, maka generasi sekarang banyak yang tidak mengenal lagi jenis sarana transportasi air yang bernama jukung. Oleh karena itu, melalui bahan belajar sarana transportasi air yaitu jukung ini diharapkan akan sangat berguna untuk memperkenalkan kembali kepada anak-anak usia dini sebagai generasi selanjutnya. Diharapkan keberadaan sarana transportasi air ini masih dapat dikenali, meskipun dalam bentuk baik miniatur maupun gambar, kerena bagaimanapun juga, hal ini merupakan salah satu kekayaan budaya daerah Kalimantan Selatan yang harus dijaga kelestariannya, meskipun sudah tidak banyak digunakan lagi oleh masyarakat.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar alat transportasi ”jukung” :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; sarana transportasi air tradisional, jenis-jenis jukung, upaya pelestarian, jukung sebagai media belajar anak usia dini di TPA, rangkuman.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar alat transportasi ”jukung” :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; sarana transportasi air tradisional, jenis-jenis jukung, upaya pelestarian, jukung sebagai media belajar anak usia dini di TPA, rangkuman.
5. Evaluasi
E. Rangkuman
Jukung sebagai sarana transportasi tradisional yang khas daerah Banjar, keberdaannya sangat memerlukan perhatian dan uluran tangan generasi muda pada khususnya, sehingga alat transportasi ini dapat tetap bertahan dari ancaman kepunahan.
Jukung sebagai sarana transportasi tradisional yang khas daerah Banjar, keberdaannya sangat memerlukan perhatian dan uluran tangan generasi muda pada khususnya, sehingga alat transportasi ini dapat tetap bertahan dari ancaman kepunahan.
Beberapa puluh tahun yang lalu, jenis sarana transportasi ini barangkali menjadi kebutuhan yang vital dan masih banyak dijumpai didaerah sungai dan rawa-rawa. Akan tetapi seiring dengan kemajuan pembangunan dan datangnya berbagai macam alat transportasi modern, maka semakin lama semakin tersisih dan tidak dipakai orang lagi karena banyaknya akses jalan dan jembatan yang menghubungkan antar daerah.
Dengan memulai mengenalkan jenis sarana transportasi ini sejak anak usia dini, maka kedepan diharapkan akan tumbuh generasi yang mencintai dan bangga pada budaya daerahnya.
Dengan memulai mengenalkan jenis sarana transportasi ini sejak anak usia dini, maka kedepan diharapkan akan tumbuh generasi yang mencintai dan bangga pada budaya daerahnya.
F. Evaluasi
1. Bagaimana Anda menyajikan jukung ini sebagai sarana tranpotasi pada pembelajaran anak usia dini?
2. Jelaskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam jukung sebagai alat transportasi air?
3. Bagaimana menyajikan jukung, sebagai bahan belajar dalam poses pembelajaran sesuai dengan tema yang disepakati.
4. Diskusikan dengan teman Anda, untuk menggali budaya lokal-budaya lokal yang dapat diperkenalkan kepada anak usia dini di TPA!
sumber : Pamong Belajar (Tim Pengembang Model) BP-PNFI Regional VI Banjarbaru
1. Bagaimana Anda menyajikan jukung ini sebagai sarana tranpotasi pada pembelajaran anak usia dini?
2. Jelaskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam jukung sebagai alat transportasi air?
3. Bagaimana menyajikan jukung, sebagai bahan belajar dalam poses pembelajaran sesuai dengan tema yang disepakati.
4. Diskusikan dengan teman Anda, untuk menggali budaya lokal-budaya lokal yang dapat diperkenalkan kepada anak usia dini di TPA!
sumber : Pamong Belajar (Tim Pengembang Model) BP-PNFI Regional VI Banjarbaru
BAHAN AJAR GIZI DAN KESEHATAN ANAK DI TPA
PENDAHULUAN
Undang- undang (UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikaan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut . Anak merupakan suatu totalitas yang utuh sehingga pengem- bangannya perlu dilakukan secara holistik utuh, dan menyeluruh. Anak adalah individu yang utuh, oleh karena itu program terintegrasi diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh kembang dengan sempurna.
Undang- undang (UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikaan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut . Anak merupakan suatu totalitas yang utuh sehingga pengem- bangannya perlu dilakukan secara holistik utuh, dan menyeluruh. Anak adalah individu yang utuh, oleh karena itu program terintegrasi diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh kembang dengan sempurna.
Proses tumbuh kembang dipengaruhi “tiga pilar utama” yaitu gizi, kesehatan dan stimulasi psikososial yang dilaksanakan secara terpadu. Bahwa keterlambatan intervensi kesehatan, gizi dan psikososial mengakibatkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki atau diganti di kemudian hari.
Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar yaitu sesuai dengan standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Selain itu, anak yang sehat tampak senang mau bemain dan berlari berteriak melompat dan memanjat dan tidak berdiam diri saja. Anak yang sehat kelihatannya ceria selalu mencoba dan ingin mencoba sesuatu yang ada disekitarnya. Jika ada sesuatu yang tidak diketahuinya, anak akan selalu bertanya sehingga pengetahuan yang dimilikinya bertambah. Agar anak dapat melaksanakan kegiatannya seperti bermain yang bermakna dan menyenangkan, anak memerlukan gizi yang seimbang.
Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar yaitu sesuai dengan standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Selain itu, anak yang sehat tampak senang mau bemain dan berlari berteriak melompat dan memanjat dan tidak berdiam diri saja. Anak yang sehat kelihatannya ceria selalu mencoba dan ingin mencoba sesuatu yang ada disekitarnya. Jika ada sesuatu yang tidak diketahuinya, anak akan selalu bertanya sehingga pengetahuan yang dimilikinya bertambah. Agar anak dapat melaksanakan kegiatannya seperti bermain yang bermakna dan menyenangkan, anak memerlukan gizi yang seimbang.
Tingkat gizi masyarakat dapat menjadi tolok ukur dari kemajuan program pembangunan suatu negara, karena itu program pemerataan kesehatan dan gizi merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakankan. Masalah gizi di Indonesia berdasarkan penelitian oleh para ahli gizi adalah masalah Kurang Energi Proterin (KEP). Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan xeropthalmia misalnya buta senja, kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan animea, serta kekurangan yodium mengakibatkan penyakit gondok. Dari ketiga permasalahan tersebut KEP merupakan hal yang terpenting.
Masih banyaknya anak yang mengalami kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, padahal pembentukan SDM yang berkualitas, baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh dan kembang anak pada usia dini. Pada masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik motorik, emosi, kognitif maupun psikososial. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Usia dini pun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak.
Masih banyaknya anak yang mengalami kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, padahal pembentukan SDM yang berkualitas, baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh dan kembang anak pada usia dini. Pada masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik motorik, emosi, kognitif maupun psikososial. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Usia dini pun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak.
Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap mereson stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu diperlukan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Kondisi kesehatan anak yang buruk akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Akibatnya kualitas SDM secara otomatis anak menurun. Kondisi yang mendukung proses dan perkembangan anak yang baik adalah kondisi lingkungan fisik yang sehat dan terhindar dari penyebaran kuman dan penyakit. Selain itu, asupan gizi yang baik pun tentu saja sangat mempengaruhi pertumbuhan anak, terutama otak yang sedang berkembang pesat pada masa ini.
Seperti disampaikan sebelumnya, gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dapat dikatakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembagan fisik dan perkembangan mental anak tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat kaitan yang erat antara tingkat keadaan gizi dengan konsumsi makanan, tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizinya terpenuhi. Keadaan gizi seseorang banyak ditentukan oleh konsumsi pada masa lalu. Ini berarti bahwa konsumsi gizi masa kanak –kanak memberi andil terhadap status gizi masa dewasa.
Zat gizi sangat diperlukan oleh anak terutama anak yang usia 0-4 tahun karena sangat berperan pada kehidupan anak, karena anak usia kelompok bermain sedang mengalami tumbuh kembang yang amat pesat terjadi perubahan fisik, emosi, dimana prosesnya dipengaruhi oleh faktor dari diri anak sendiri maupun lingkungannya yang terbiasa memberikan asupan gizi yang seimbang sesuia dengan usia pertumbuhan dan perkembangannya. Diluar keluarga sekolah/ kelompok bermain merupakan faktor yang dapat mendukung dalam menjaga kesehatan melalui makanan- makanan yang sehat, tata cara makan yang benar dan perilaku yang benar memilih makanan yang berguna untuk tumbuh kembang anak.
Salah satu penyebab kekurangan gizi adalah daya beli yang rendah pada keluarga kurang mampu dan minimnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi, serta rendahnya pendapatan keluarga yang menyebabkan kesehatan dan gizi anak tidak banyak diperhatikan. Berbagai masalah kesehatan dan gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang, baik dalam jumlah maupun mutunya. Selain faktor ekonomi, masalah sosial dan budaya juga mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari terbukti dengan pembiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak higinies dan tidak mencukupi kebutuhan gizi anak.
Taman Pengasuhan Anak yang mengemangkan kegiatan kelompok bermain merupakan wahana bermain bagi anak untuk mengungkapkan perasaan emosi dan mengeksplorasi kemampuannya. Untuk melakukan kegiatan ini diperlukan energi yang tinggi dan ini di dapat dari asupan gizi yang seimbang.
Taman Pengasuhan Anak yang mengemangkan kegiatan kelompok bermain merupakan wahana bermain bagi anak untuk mengungkapkan perasaan emosi dan mengeksplorasi kemampuannya. Untuk melakukan kegiatan ini diperlukan energi yang tinggi dan ini di dapat dari asupan gizi yang seimbang.
Pada umumnya anak-anak masih banyak yang asupan gizinya belum terpenuhi. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut diantaranya adalah ; sulitnya anak makan, pola makan yang belum tertentu, faktor keterbatasan pengetahuan orang tua, pendidik’pengelola dalam pengetahuan yang terkait dengan kesehatan dan gizi.
Cara yang efektif untuk mengajarkan prilaku sehat pada anak-anak adalah dengan keteladanan orang dewasa di sekitar anak. sebagaimana ketika mereka bermain, bercerita dan mendapatkan pengalaman langsung yang melibatkan anak. Contohnya dalam hal mengajarkan makanan, bagi anak akan lebih bermakna dengan menggunakan makanan asli, bukan gambar atau daftar makanan. Anak-anak pun belajar mencuci tangan mereka sebelum makan bukan karena mereka tahu tentang kuman, tapi karena mereka melihat guru melakukannya.
Melalui buku bahan belajar ini diharapkan masalah-masalah pelayanan kesehatan dan gizi untuk anak usia dini terutama anak yang mengikuti kegiatan layanan di Taman Pengasuhan Anak dapat memberikan jalan keluar, sehingga tercapai harapan menjadi anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar gizi dan kesehatan anak usia dini di TPA :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; pengertian, kesehatan anak usia dini, gizi anak usia dini, pola makan anak usia dini, cara memilih bahan makanan yang baik, pelayanan gizi dan kesehatan anakusia di di TPA, rangkuman.
5. Evaluasi
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; pengertian, kesehatan anak usia dini, gizi anak usia dini, pola makan anak usia dini, cara memilih bahan makanan yang baik, pelayanan gizi dan kesehatan anakusia di di TPA, rangkuman.
5. Evaluasi
Rangkuman
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa sebaiknya di berikan pelayanan kesehatan dan pemberian gizi yang baik sehingga anak dapat menjadi aset yang berharga bagi orang tua dan bangsa yang merupakan generasi penerus yang tentunya harus di rawat sehingga dalam kehidupan yang akan datang sangat siap menghadapi tantangan baik secara fisik dan psikis.
Kecerdasan atau intelegensi merupakan anugrah dari Allah melalui gen-gen dalam kromoson orangtuanya namun demikian faktor makanan dan kesehatan sangat mempengaruhi untuk hidup sehat dengan pola makan yang memenuhi semua kebutuhan dalam tumbuh kembang anak.
Kecerdasan atau intelegensi merupakan anugrah dari Allah melalui gen-gen dalam kromoson orangtuanya namun demikian faktor makanan dan kesehatan sangat mempengaruhi untuk hidup sehat dengan pola makan yang memenuhi semua kebutuhan dalam tumbuh kembang anak.
Demikanlah panduan ini di susun sebagai acuan bagi orang tua, pendidik, pengelola dan pemerhati pendidikan anak usia dini di TPA dalam menjalankan pola hidup sehat dengan makanan dengan gizi yang seimbang.
Evaluasi
1. Coba diskusikan bersama teman sejawat Anda !
Bagaimana pelayanan kesehatan dan gizi yang sudah dilaksanakan di TPA anda? Apakah sudah memenuhi gizi dan kesehatan anak sesuai dengan aspek perkembangan anak?
Evaluasi
1. Coba diskusikan bersama teman sejawat Anda !
Bagaimana pelayanan kesehatan dan gizi yang sudah dilaksanakan di TPA anda? Apakah sudah memenuhi gizi dan kesehatan anak sesuai dengan aspek perkembangan anak?
2. Beri 2 (dua) contoh cara menghadapi anak yang bermasalah/sulit dalam menerima makanan!.
3. Coba diskusikan dengan teman sejawat anda, untuk menyusun menu makanan anak di TPA dalam waktu satu minggu, yang sesuai dengan pemenuhan gizi anak usia dini!
4. Bagaimana cara anda menghadapi orang tua yang belum memahami tentang pentingnya gizi dan kesehatan anak.
BAHAN AJAR PERLINDUNGAN DAN PENGASUHAN ANAK DI TPA
PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini semakin berkembang seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan kehidupan yang lebih baik. Anak dipandang sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dipandang khusus dalam proses pendidikan, pengasuhan dan pembinaan secara mendalam.
Pendidikan anak usia dini semakin berkembang seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan kehidupan yang lebih baik. Anak dipandang sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dipandang khusus dalam proses pendidikan, pengasuhan dan pembinaan secara mendalam.
Sesuai dengan komitmen yang tertuang dalam UUD 1945 yang telah mengamanahkan agar pemerintah dan masyarakat menyelenggarakan sistem pendidikan yang mengarah pada peningkatan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu ditegaskan pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memberikan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai denga usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut, (pasal 1, butir 14).
Pendidikan bagi anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal maupun informal. Salah satu satuan PAUD adalah Taman Penitipan Anak dari jalur non formal (pasal 28 ayat 4).
Pendidikan tidak akan berjalan dengan baik dan lancar, tanpa ada kerjasama seluruh lapisan masyarakat, jenjang pemerintahan dan sebagainya. Anak sebagai peserta didik, dan guru sebagai tenaga pendidik, masyarakat sebagai tenaga pengelola, pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan wewenang. Maka perlu adanya persamaan persepsi tentang PAUD. Penyelenggaraan ini tidak pernah lepas dari perlakuan dan pandangan tentang anak usia dini itu sendiri. Perlakuan ini terjadi dalam seluruh tataran. Hal ini akan lebih dibahas bagaimana pemberian pelayanan kepada anak secara holistik dan integratif baik secara formal, informal dan non formal.
Pelayanan yang diharapkan adalah pembelajaran, pembinaan dan perlindungan. Perlindungan yang seharusnya menjadi acuan bagi seluruh unsur terkait agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Karakteristik dan payung hukum bagi perlindungan anak sangat jelas baik secara nasional (UUD 1945, UU Perlindungan Anak) serta hukum internasional melalui PBB, Konvensi Hukum Anak, HAM.
Keterkaitan bagaimana anak mampu dilindungi secara hukum melalui perlindungannya dapat dikupas lebih mendalam dan diaplikasikan dalam proses pengasuhan dan pembelajaran di taman pengasuhan anak untuk menjadi perhatian khusus.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak, menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak serta mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam penyelenggaraannya pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam meyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Adapun kewajiban pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Melakukan advokasi dan sosialisasi yang tuntas tentang pentingnya pemenuhan hak anak usia dini.
2. Menyiapkan aturan penyelenggaraan lembaga yang menyelenggarakan program PAUD khususnya Taman Pengasuhan Anak.
3. Menyiapkan aturan yang relevan antar lembaga terkait dalam penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak yang Holistik dan terintegratif.
4. Memberikan kemudahan perijinan untuk penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
5. Melakukan monitoring dan evaluasi terpadu terhadap proses kegiatan Taman Pengasuhan Anak.
6. Memberikan dukungan dana yang proporsional dalam mendukung keberlanjutan program.
7. Memberikan aturan yang tegas terhadap tanyangan-tayangan TV yang dapat merusak perkembangan anak.
8. Memfasilitasi masyarakat dalam membentuk kegiatan sadar hukum perlindungan anak.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak, seperti :
a. Secara swadaya memberikan lingkungan yang kondusif terhadap tumbuh kembang anak.
b. Adanya partisipasi aktif dalam mendukung penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
c. Perlunya dukungan tokoh masyarakat terhadap perlindungan anak dan penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
d. Adanya kontrol masyarakat terhadap anak di lingkungan sekitarnya.
e. Adanya kerjasama lembaga dengan masyarakat, dan kelompok profesional PAUD dalam proses layanan anak usia dini.
Kegiatan pengasuhan anak bersama Orang Tua dan Pendidik di TPA
Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk ; mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi anak, menumbuh kembangkan sesuai dengan kemampuan bakat, minat, dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawabnya dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak, menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak serta mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam penyelenggaraannya pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam meyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Adapun kewajiban pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Melakukan advokasi dan sosialisasi yang tuntas tentang pentingnya pemenuhan hak anak usia dini.
2. Menyiapkan aturan penyelenggaraan lembaga yang menyelenggarakan program PAUD khususnya Taman Pengasuhan Anak.
3. Menyiapkan aturan yang relevan antar lembaga terkait dalam penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak yang Holistik dan terintegratif.
4. Memberikan kemudahan perijinan untuk penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
5. Melakukan monitoring dan evaluasi terpadu terhadap proses kegiatan Taman Pengasuhan Anak.
6. Memberikan dukungan dana yang proporsional dalam mendukung keberlanjutan program.
7. Memberikan aturan yang tegas terhadap tanyangan-tayangan TV yang dapat merusak perkembangan anak.
8. Memfasilitasi masyarakat dalam membentuk kegiatan sadar hukum perlindungan anak.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak, seperti :
a. Secara swadaya memberikan lingkungan yang kondusif terhadap tumbuh kembang anak.
b. Adanya partisipasi aktif dalam mendukung penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
c. Perlunya dukungan tokoh masyarakat terhadap perlindungan anak dan penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak.
d. Adanya kontrol masyarakat terhadap anak di lingkungan sekitarnya.
e. Adanya kerjasama lembaga dengan masyarakat, dan kelompok profesional PAUD dalam proses layanan anak usia dini.
Kegiatan pengasuhan anak bersama Orang Tua dan Pendidik di TPA
Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk ; mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi anak, menumbuh kembangkan sesuai dengan kemampuan bakat, minat, dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawabnya dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Kewajiban dan tanggungjawab orang tua (keluarga) terhadap perlindungan anak untuk mendukung kegiatan pengasuhan di Taman Pengasuhan Anak :
1. Memberikan hak anak untuk memperoleh akte kelahiran dan memasukkan mereka ke Taman Pengasuhan Anak.
2. Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak dirumah baik secara fisik, psikhis, dan sosial.
3. Mengikuti kegiatan dan aturan yang ada di Taman Pengasuhan Anak dalam rangka mendukung proses belajar dan bermain.
4. Memantau tumbuh kembang anak di Taman Pengasuhan Anak.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar perlindungan dan pengasuhan anak di TPA :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajran ; hak-hak dasar anak, prinsip-prinsip dasar anak, implementasi program perlindungan dan pengasuhan anak di TPA, rangkuman.
5. Evaluasi
D. Rangkuman
Untuk dapat mewujudkan pendidikan yang holistik melalui pelayanan pendidikan anak usia dini, dapat dilakukan dengan pemenuhan hak anak di TPA. Hal ini diperlukan keterlibatan yang sinergik lintas sektoral mulai dari tingkat Pusat sampai ke daerah, termasuk lembaga penyelenggara TPA.
Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan program perlindungan anak usia dini di TPA. Memahami empat hak dasar dan empat prinsip dasar hak-hak anak serta menciptakan lingkungan yang kondusif.
1. Memberikan hak anak untuk memperoleh akte kelahiran dan memasukkan mereka ke Taman Pengasuhan Anak.
2. Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak dirumah baik secara fisik, psikhis, dan sosial.
3. Mengikuti kegiatan dan aturan yang ada di Taman Pengasuhan Anak dalam rangka mendukung proses belajar dan bermain.
4. Memantau tumbuh kembang anak di Taman Pengasuhan Anak.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar perlindungan dan pengasuhan anak di TPA :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajran ; hak-hak dasar anak, prinsip-prinsip dasar anak, implementasi program perlindungan dan pengasuhan anak di TPA, rangkuman.
5. Evaluasi
D. Rangkuman
Untuk dapat mewujudkan pendidikan yang holistik melalui pelayanan pendidikan anak usia dini, dapat dilakukan dengan pemenuhan hak anak di TPA. Hal ini diperlukan keterlibatan yang sinergik lintas sektoral mulai dari tingkat Pusat sampai ke daerah, termasuk lembaga penyelenggara TPA.
Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan program perlindungan anak usia dini di TPA. Memahami empat hak dasar dan empat prinsip dasar hak-hak anak serta menciptakan lingkungan yang kondusif.
Pendidik/pengasuh bisa mengidentifikasi dan mengklasifikasi peserta didik sesuai dengan karakteristiknya, membuat program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran serta melakukan pengamatan dan evaluasi perkembangan anak dengan cara yang sesuai dengan empat hak dasar dan empat prinsip dasar hak-hak anak peserta didik di TPA.
Pengelola TPA diharapkan : (1) mendukung pendidik/pengasuh untuk dapat menyelenggarakan pengasuhan/pembelajaran yang sesuai empat hak dasar dan empat prinsip dasar hak-hak anak bagi peserta didik TPA, (2) membuat jejaring kerja dengan pihak-pihak yang terkait seperti Puskesmas terdekat, Rumah Sakit terdekat, Dinas Sosial dan Kepolisian setempat, (3) menyiapkan dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam TPA yang sesuai dengan hak anak serta (4) memperhatikan kesejahteraan dan peningkatan kualifikasi pendidik dan pengasuh.
Orang tua dan keluarga diharapkan memahami bahwa tanggung jawab pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan sekolah/lembaga saja, maka peran orang tua menjadi sangat penting. Untuk itu orang tua harus : (1) memahami arti pendidikan dan hak-hak anak, (2) menjadi pendidik yang pertama dan utama dalam mendidik anak, (3) berkerjasama dengan pendidik/pengasuh dalam membina tumbuh kembang anak, (4) membuat Akta Kelahiran anak, (5) mencukupi kebutuhan gizi dan kesehatan anak, (6) menciptakan suasana keluarga yang harmonis, (7) memberikan keteladanan yang baik bagi anak, (8) menanamkan nilai budaya dan nilai luhur kehidupan, (9) memperlakukan anak dengan adil dan menghargainya, dan (10) selalu megembangkan wawasan dan ketrampilan (pola pengasuhan) sebagai orang tua (parenting class).
E. Evaluasi
1. Coba diskusikan bersama teman sejawat Anda !
2. Bagaimana sikap pengelola/pendidik/pengasuh dalam menghadapi beragamnya latar belakang peserta didik di TPA dalam pemenuhan layanan perlindungan dan pengasuhan anak ?
3. Beri 2 (dua) contoh cara menghadapi anak yang bermasalah dengan anak lain tanpa merugikan salah satunya.
4. Coba diskusikan apakah lembaga TPA anda sudah mengembangkan pemenuhan hak anak ?
5. Bagaimana cara anda menghadapi orang tua yang belum memahami tentang perlindungan dan pengasuhan anak.
Orang tua dan keluarga diharapkan memahami bahwa tanggung jawab pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan sekolah/lembaga saja, maka peran orang tua menjadi sangat penting. Untuk itu orang tua harus : (1) memahami arti pendidikan dan hak-hak anak, (2) menjadi pendidik yang pertama dan utama dalam mendidik anak, (3) berkerjasama dengan pendidik/pengasuh dalam membina tumbuh kembang anak, (4) membuat Akta Kelahiran anak, (5) mencukupi kebutuhan gizi dan kesehatan anak, (6) menciptakan suasana keluarga yang harmonis, (7) memberikan keteladanan yang baik bagi anak, (8) menanamkan nilai budaya dan nilai luhur kehidupan, (9) memperlakukan anak dengan adil dan menghargainya, dan (10) selalu megembangkan wawasan dan ketrampilan (pola pengasuhan) sebagai orang tua (parenting class).
E. Evaluasi
1. Coba diskusikan bersama teman sejawat Anda !
2. Bagaimana sikap pengelola/pendidik/pengasuh dalam menghadapi beragamnya latar belakang peserta didik di TPA dalam pemenuhan layanan perlindungan dan pengasuhan anak ?
3. Beri 2 (dua) contoh cara menghadapi anak yang bermasalah dengan anak lain tanpa merugikan salah satunya.
4. Coba diskusikan apakah lembaga TPA anda sudah mengembangkan pemenuhan hak anak ?
5. Bagaimana cara anda menghadapi orang tua yang belum memahami tentang perlindungan dan pengasuhan anak.
BAHAN AJAR RUMAH BANJAR
PENDAHULUAN
Pelestarian peninggalan sejarah yang berkategori benda cagar budaya di Kalimantan Selatan mengalami banyak kendala. Hal tersebut terbukti dengan semakin rusaknya atau punahnya beberapa benda cagar budaya yang pernah ada di sekitar kita oleh perbuatan-perbuatan yang secara langsung maupun tidak langsung telah merusak atau menyebabkan punahnya benda cagar budaya tersebut.
Pelestarian peninggalan sejarah yang berkategori benda cagar budaya di Kalimantan Selatan mengalami banyak kendala. Hal tersebut terbukti dengan semakin rusaknya atau punahnya beberapa benda cagar budaya yang pernah ada di sekitar kita oleh perbuatan-perbuatan yang secara langsung maupun tidak langsung telah merusak atau menyebabkan punahnya benda cagar budaya tersebut.
Secara umum, penyebab rusak atau punahnya benda cagar budaya, dapat digolongkan ke dalam tiga faktor. Pertama, faktor manusia (vandalisme). Manusia merupakan ancaman yang paling besar terhadap benda cagar budaya, termasuk rumah Banjar. Disadari atau tidak seringkali terjadi kasus seperti penggusuran, perusakan, renovasi bentuk atau penghancuran benda cagar budaya, situs, dan lingkungan nya. Salah satu penyebab musnahnya bangunan rumah Banjar misalnya adalah adanya renovasi bangunan ke bentuk baru.
Kedua, faktor alami, yakni menyangkut geotopografi, iklim atau bencana alam, seperti kebakaran, tanah longsor, dan sejenisnya. Berkenaan dengan geotopografi, kondisi tanah di Kalimantan Selatan sebagian relatif tidak stabil, yakni tanah gambut dan rawa monoton dengan tingkat keasaman yang cukup tinggi, sehingga benda cagar budaya yang ada di atasnya mudah mengalami kerusakan. Suhu dan kelembaban juga sangat mempengaruhi. Daerah yang mempunyai rawa biasanya kelembabannya cukup tinggi dan adanya pergantian suhu seperti dingin (hujan) dan panas akan menyebabkan timbulnya korosi atau pelapukan pada material benda cagar budaya kita yang sebagian besar terbuat dari kayu, seperti halnya rumah Banjar.
Ketiga, faktor hayati, yakni perusakan oleh hewan dan tumbuhan dan terutama mikroorganisme yang pertumbuhan nya dipacu oleh adanya kelembaban yang tinggi. Kerusakan dapat terjadi karena material benda, cagar budaya dimakan rayap, ditumbuhi cendawan dan pepohon yang tumbuh di atasnya.
Keempat, meski terdapat undang-undang yang mengatur benda peninggalan sejarah dan purbakala yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, namun pada kenyataannya produk hukum itu belum sepenuhnya efektif untuk melindungi benda peninggalan sejarah dari kerusakan atau kehancuran. Beberapa alasan menjadi penyebab seperti kurang efektifnya pengawasan dan tindakan yang diberikan aparat, kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang perlunya pelestarian benda cagar budaya.
Sekitar tiga puluh tahun yang lalu, hampir tiap kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan masih terdapat rumah adat/tradisi Banjar dalam berbagai tipe. Namun seiring dengan perjalanan waktu dan pesatnya pembangunan dewasa ini, semakin banyak rumah Banjar yang rusak atau bahkan punah sama sekali karena “dikalahkan” bangunan-bangunan baru yang terus bermunculan, seperti perumahan, perkantoran, jalan dan sejenisnya atau lapuk dan hancur ”dimakan” usia.
Di antara rumah Banjar yang berhasil diselamatkan melalui pemugaran, antara lain Rumah Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku di Teluk Selong Kabupaten Banjar, Rumah Bubungan Tinggi di Habirau Negara. Selebihnya banyak yang dibiarkan apa adanya bahkan tidak terawat oleh pemiliknya.
Oleh karena itu, melalui bahan belajar rumah banjar yang sangat sederhana ini diharapkan akan sangat berguna untuk memperkenalkan kembali kepada anak-anak usia dini sebagai generasi selanjutnya. Dengan demikian, diharapkan keberadaan rumah banjar ini masih dapat dikenali, meskipun dalam bentuk baik miniatur mapun gambar, kerena bagaimanapun juga, hal ini merupakan salah satu kekayaan budaya daerah Kalimantan Selatan yang harus dijaga kelestariannya.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar rumah banjar :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; sejarah rumah adat banjar, jenis-jenis rumah adat banjar, kondisi rumah adat banjar, konstruksi rumah adat banjar, upaya pelestarian, rumah banjar sebagai media belajar, rangkuman, evaluasi.
Rangkuman
Rumah adat banjar sebagai salah satu cagar budaya yang khas daerah Banjar (Kalimantan Selatan) keberdaannya sangat memerlukan perhatian dan uluran tangan generasi muda pada khususnya, sehingga cagar budaya ini dapat tetap bertahan dari ancaman kepunahan.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahan ajar rumah banjar :
1. Pendahuluan
2. Tujuan pembelajaran ; tujuan umum, tujuan khusus
3. Petunjuk Pembelajaran
4. Materi pembelajaran ; sejarah rumah adat banjar, jenis-jenis rumah adat banjar, kondisi rumah adat banjar, konstruksi rumah adat banjar, upaya pelestarian, rumah banjar sebagai media belajar, rangkuman, evaluasi.
Rangkuman
Rumah adat banjar sebagai salah satu cagar budaya yang khas daerah Banjar (Kalimantan Selatan) keberdaannya sangat memerlukan perhatian dan uluran tangan generasi muda pada khususnya, sehingga cagar budaya ini dapat tetap bertahan dari ancaman kepunahan.
Sekarang ini dapat dikatakan bahwa rumah ba-anjung atau rumah bubungan tinggi yang merupakan arsitektur klasik Banjar tidak banyak dibuat lagi. Sejak tahun 1930-an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat tinggal mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.
Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera zaman. Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang. Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang mempunyai gaya rumah adat ba-anjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930.
Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi yang amat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak sama sekali.
Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi yang amat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak sama sekali.
Dengan memulai mengenalkan budaya lokal khususnya rumah adat banjar ini sejak anak usia dini, maka kedepan diharapkan akan tumbuh generasi yang mencintai dan bangga pada budaya daerahnya.
Evaluasi
1. Diskusikan dengan teman sejawat anda, Bagaimana cara mengenalkan /menceritakan tentang rumah adat banjar kepada anak usia dini di Taman Pengasuhan Anak?
2. Jelaskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam rumah adat sebagai cagar budaya khas Banjar?
3. Bagaimana menyajikan rumag adat Banjar, sebagai bahan belajar dalam poses pembelajaran sesuai dengan tema yang disepakati.
4. Diskusikan dengan teman Anda, untuk menggali budaya lokal-budaya lokal yang lainnya, yang dapat diperkenalkan kepada anak usia dini di TPA!
Evaluasi
1. Diskusikan dengan teman sejawat anda, Bagaimana cara mengenalkan /menceritakan tentang rumah adat banjar kepada anak usia dini di Taman Pengasuhan Anak?
2. Jelaskan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam rumah adat sebagai cagar budaya khas Banjar?
3. Bagaimana menyajikan rumag adat Banjar, sebagai bahan belajar dalam poses pembelajaran sesuai dengan tema yang disepakati.
4. Diskusikan dengan teman Anda, untuk menggali budaya lokal-budaya lokal yang lainnya, yang dapat diperkenalkan kepada anak usia dini di TPA!
MODEL EVALUASI PENYELENGGARAAN TPA HOLISTIK BERBASIS BUDAYA LOKAL
MODEL EVALUASI PENYELENGGARAAN TPA
HOLISTIK BERBASIS BUDAYA LOKAL
HOLISTIK BERBASIS BUDAYA LOKAL
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia enam tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan. PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Taman Penitipan Anak merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.
Seiring dengan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk memberikan pendidikan sedini mungkin, para orang tua terutama di daerah perkotaan dan pinggiran kota juga dihadapkan dengan dilema antara tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dan peningkatan persamaan gender sehingga melibatkan kaum ibu (para wanita) untuk bekerja di luar rumah dan berkarir. Sehingga mempercayakan pengasuhan anaknya yang masih usia dini kepada lembaga PAUD yang menyelenggarakan Taman Pengasuhan Anak (TPA) ketika kedua orang tuanya sibuk di luar rumah akan lebih aman. Melalui TPA anak mendapatkan perhatian yang lebih cukup dalam hal pembelajaran, layanan kesehatan, gizi dan rangsangan pendidikan bagi perkembangan mental, emosional maupun sosial dibandingkan dititipkan pada pembantu atau orang lain selain orang tua yang tidak memiliki pedoman yang kuat dalam hal pelayanan kebutuhan anak.
Penyelenggara pelayanan, pengembangan anak usia dini dihadapkan pada kualitas pengelolaan yang kurang profesional, keterbatasan jumlah, distribusi dan kualitas tenaga, serta fasilitas pelayanan yang kurang memadai. Pemahaman para pemangku kepentingan baik dari pengambil kebijakan, penyelenggara dan masyarakat akan pentingnya pengembangan anak usia dini masih terbatas. Program-program pengembangan anak usia dini sebenarnya telah dilakukan oleh masing-masing sektor yang terkait seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan pengasuhan, namun belum dilaksanakan dalam sebuah kerangka yang terintegrasi.
Kondisi PAUD yang berkembang di masyarakat saat ini semakin menjamur, semakin ketat persaingan, semakin beragam program-program yang ditawarkan, terutama Lembaga PAUD yang berada di kota besar. Mereka membuat program yang tidak lagi mementingkan kebutuhan anak, tetapi lebih diarahkan untuk memenuhi keinginan dan gengsi orang tua. Dalam rangka menjaring anak didik sebanyak mungkin, mereka menawarkan program yang jauh dari karakter anak usia dini, khususnya anak usia dini di Indonesia.
Saat ini kepedulian kita terhadap kekayaan dan kearifan budaya lokal bangsa Indonesia sempat diuji. Negara tetangga yang mengklaim beberapa asset budaya bangsa Indonesia menjadi bagian dari akibat tidak adanya penanaman rasa cinta anak-anak didik kita terhadap budaya sendiri. Anak-anak muda sekarang asyik berlatih menyanyi dengan irama rap dan memainkan musik modern. Padahal kita memiliki tarian melayu yang gemulai, tari jawa yang sarat makna, tari banjar yang gemerlap, tarian suku dayak yang menarik, dan lain-lain, bahkan banyak lagu-lagu daerah yang mudah dan indah yang dapat diperkenalkan kepada anak sejak dini.
Secara yuridis UUD 45 pasal 32 menyatakan bahwa ”Pemerintah memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia”. Penanaman budaya ini harus dimulai sedini mungkin, dengan cara menanamkan kecintaan secara bertahap dan melatih keterampilan secara berulang dan terus menerus. Selain itu diperkuat dalam tujuan khusus pendidikan anak usia dini yang tercantum di dalam Menu Generik menyatakan bahwa ” Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kontrol diri, dan rasa memiliki. Maka sudah selayaknya jika kekayaan alam dan kearifan budaya lokal, menjadi salah satu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh pengelola dan para pendidik/pengasuh PAUD Taman Pengasuhan Anak.
Atas dasar hal tersebut, pengasuhan dan pembelajaran di model penyelenggaraan TPA holistik berbasis budaya lokal ini memperhatikan lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar anak, maupun yang mungkin dialami anak pada perkembangan berikutnya. Pendekatan multibudaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi program yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan, budaya dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat di Indonesia maupun budaya global.
Pendidik anak usia dini dituntut untuk mampu mengetahui perkembangan dan proses kegiatan pengembangan yang dilaksanakannya bersama anak didik. Sebagai pendidik, tentunya ingin mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak didiknya. Sebagai contoh, kita ingin mengetahui kemampuan anak usia dini dalam bersosialisasi ataupun berkomunikasi dengan temannya saat bermain bersama. Dalam mengamati perilaku anak tersebut, kita mungkin melihat ada anak yang berkembang sebagaimana anak-anak pada umumnya, namun adapula yang berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari anak yang lain. Kita pun ingin mengetahui apakah stimulasi maupun tugas yang kita berikan sudah sesuai atau tidak dengan tahapan perkembangan anak.
Ruang Lingkup Model
Model Penyelenggaraan TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup model.
2. Evaluasi Penyelenggaraan, memuat tentang evaluasi program, dan evaluasi perkembangan anak.
3. Penutup
Lampiran-Lampiran yang terdiri dari : contoh format catatan anekdot, Evaluasi perkembangan anak usia 1 – 2 tahun, Eva-luasi perkembangan anak usia 2 - 3 tahun, Evaluasi per-kembangan anak usia 3 – 4 tahun, Evaluasi perkembangan anak usia 4 - 5 tahun, Evaluasi perkembangan anak usia 5 – 6 tahun, Instrumen evaluasi program TPA.
PENUTUP
Panduan evaluasi Taman Pengasuhan Anak ini disusun dengan bentuk yang sederhana, tentunya dengan harapan mudah dimengerti dan dipahami sebagai salah satu acuan dalam pelaksanaan evaluasi program dan perkembangan anak yang diasuh di pelayanan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal atau Taman Pengasuhan Anak pada umumnya.
Panduan evaluasi ini merupakan bagian dari seperangkat model penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal yang terdiri dari Model Penyelenggaraan, Model Kurikulum, Model Evaluasi, dan Bahan Ajar untuk pengelola/ pendidik/pengasuh yang terdiri dari : Bahan Ajar Perlindungan dan Pengasuhan Anak, Kesehatan dan Gizi Anak, Rumah Adat Banjar, Sarana Transportasi Air “Jukung” dan Makanan Tradisional Banjar yang sesuai untuk anak. Oleh karena itu diharapkan dalam memahami dan menggunakan model ini dilakukan secara utuh tidak bagian perbagian.
Segala tahapan yang diuraikan dalam panduan ini bukan merupakan hal yang baku, oleh karena itu pengembangan dan pengkajian lebih lanjut terhadap panduan ini perlu dilakukan terus menerus agar lebih operasional.
Sumber : Tim Pengembang Model BP-PNFI Regional VI Banjarbaru (Pamong Belajar)
Pendidik anak usia dini dituntut untuk mampu mengetahui perkembangan dan proses kegiatan pengembangan yang dilaksanakannya bersama anak didik. Sebagai pendidik, tentunya ingin mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak didiknya. Sebagai contoh, kita ingin mengetahui kemampuan anak usia dini dalam bersosialisasi ataupun berkomunikasi dengan temannya saat bermain bersama. Dalam mengamati perilaku anak tersebut, kita mungkin melihat ada anak yang berkembang sebagaimana anak-anak pada umumnya, namun adapula yang berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari anak yang lain. Kita pun ingin mengetahui apakah stimulasi maupun tugas yang kita berikan sudah sesuai atau tidak dengan tahapan perkembangan anak.
Ruang Lingkup Model
Model Penyelenggaraan TPA Holistik Berbasis Budaya Lokal disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup model.
2. Evaluasi Penyelenggaraan, memuat tentang evaluasi program, dan evaluasi perkembangan anak.
3. Penutup
Lampiran-Lampiran yang terdiri dari : contoh format catatan anekdot, Evaluasi perkembangan anak usia 1 – 2 tahun, Eva-luasi perkembangan anak usia 2 - 3 tahun, Evaluasi per-kembangan anak usia 3 – 4 tahun, Evaluasi perkembangan anak usia 4 - 5 tahun, Evaluasi perkembangan anak usia 5 – 6 tahun, Instrumen evaluasi program TPA.
PENUTUP
Panduan evaluasi Taman Pengasuhan Anak ini disusun dengan bentuk yang sederhana, tentunya dengan harapan mudah dimengerti dan dipahami sebagai salah satu acuan dalam pelaksanaan evaluasi program dan perkembangan anak yang diasuh di pelayanan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal atau Taman Pengasuhan Anak pada umumnya.
Panduan evaluasi ini merupakan bagian dari seperangkat model penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak Holistik Berbasis Budaya Lokal yang terdiri dari Model Penyelenggaraan, Model Kurikulum, Model Evaluasi, dan Bahan Ajar untuk pengelola/ pendidik/pengasuh yang terdiri dari : Bahan Ajar Perlindungan dan Pengasuhan Anak, Kesehatan dan Gizi Anak, Rumah Adat Banjar, Sarana Transportasi Air “Jukung” dan Makanan Tradisional Banjar yang sesuai untuk anak. Oleh karena itu diharapkan dalam memahami dan menggunakan model ini dilakukan secara utuh tidak bagian perbagian.
Segala tahapan yang diuraikan dalam panduan ini bukan merupakan hal yang baku, oleh karena itu pengembangan dan pengkajian lebih lanjut terhadap panduan ini perlu dilakukan terus menerus agar lebih operasional.
Sumber : Tim Pengembang Model BP-PNFI Regional VI Banjarbaru (Pamong Belajar)
Subscribe to:
Posts (Atom)