oleh : Nazhori Author*)
“Sholatlah kamu seperti kamu lihat aku sholat” (H.R. Bukhari)
Sabda Rosulullah di atas adalah sebuah bukti bahwa proses belajar
mengajar sudah berlangsung sejak zaman Rosulullah sebagai pondasi awal
dalam pendidikan Islam. Sabda tersebut mengandung unsur pedagogis di
mana bahasa non verbal yang disampaikan Rosulullah sampai saat ini
menjadi bumbu penyedap dalam melengkapi metode pengajaran.
Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang anak di usia dini
ketika diajarkan sholat akan mengikuti gerakan-gerakan sholat mulai dari
takbiratul ikhram sampai mengucapkan dua salam. Artinya bahasa non
verbal memegang peranan dalam proses belajar mengajar. Bahkan bahasa non
verbal banyak digunakan taman kanak-kanak atau kelompok bermain (play
groups) yang banyak mengadopsi model belajar kindergarten-nya Froebel
dan model belajar Casa Dei Bambini-nya Montessori.
Dengan demikian sabda Rolulullah berikut pandangannya terhadap
pendidikan merupakan perluasan dari pandangannya terhadap dunia
pendidikan, tentang hubungan manusia sebagai individu dan makhluk Tuhan
yang memiliki fitrah suci untuk dikembangkan. Rosulullah telah
merefleksikan sabdanya bahwa suatu metode dari pendidikan dan cara dari
anak untuk meniru kehidupan orang dewasa dengan wajar.
Mengenal PAUD
Jauh sebelum konsep pendidikan anak usia dini (selanjutnya ditulis PAUD) ditemukan, dunia pendidikan kita sesungguhnya telah mengenal konsep
pendidikan anak prasekolah. Dasar pemikirannya banyak mengadopsi
tokoh-tokoh pendidikan dari Islam dan Barat yang mengupas persoalan
pendidikan anak prasekolah. Pendidikan anak prasekolah sendiri merupakan
konsep pendidikan yang mencoba menggali dan mencari model pendidikan
yang tepat untuk anak di usia dini.
Menurut Soemiarti (2003) pendidikan prasekolah adalah hal yang
menarik perhatian orangtua, masyarakat maupun pemerintah sebagai
pengambil keputusan. Mereka menyadari bahwa kualitas masa anak-anak (early chilhood) termasuk
masa prasekolah merupakan cermin kualitas bangsa di masa yang akan
datang. Pandangannya jelas menunjukkan akan betapa pentingnya pendidikan
bagi anak yang membutuhkan bimbingan dari guru dan orangtua dalam
mewarnai hubungan anak dengan teman sebaya dan lingkungan sosialnya.
Penyelenggaraan pendidikan anak prasekolah telah diatur
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 2 Tahun
1989 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan anak Prasekolah. Di sahkannya UUSPN tersebut oleh pemerintah
sebagai bentuk kepeduliannya akan arti masa prasekolah (3-6 tahun) yang
merupakan pijakan awal untuk mengenalkan pendidikan kepada anak usia dini.
Lebih dari lima belas tahun konsep pendidikan anak prasekolah
berjalan hingga akhirnya menemukan cara pandang baru tentang pendidikan
anak yaitu dengan konsep PAUD pada tahun 2003. Gagasan PAUD pada
dasarnya ingin mempertajam kembali konsep pendidikan anak prasekolah
sebagai pandangan awal sesuai dengan konteks jaman.
PAUD
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SPN) dijelaskan bahwa PAUD adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut.
Sederhananya konsep PAUD adalah konsep pendidikan yang ingin
menawarkan kepada masyarakat akan pentinganya karakteristik dan perilaku
anak usia dini. Selain itu, juga ingin berbagi beban dalam menyikapi
berbagai persoalan yang biasa muncul dan dihadapi orangtua baik di
sekolah maupun di rumah berkaitan dengan gangguan belajar yang dialami
anak usia dini.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, konsep PAUD saat ini
telah menarik perhatian para peminatnya yang berkecimpung di lapangan
pedagogis. Lebih dari itu berdasarkan hasil penelitian penulis di Griya Bukit
Jaya Gunungputri kab. Bogor dari bulan Oktober (2006) - Juli (2007)
berkaitan dengan Pola Asuh Orangtua terhadap motivasi belajar anak usia
dini menunujukkan bahwa pola asuh orangtua sangat mempengaruhi motivasi belajar anak usia dini.
Pentingnya pola asuh orangtua terhadap anak usia dini
mengandung arti bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi bagi
perkembangan pribadi anak. Orangtua yang mampu menyadari akan peran dan
fungsinya yang demikian strategis akan mampu menempatkan diri secara
lebih baik dan menerapkan pola pendidikan secara lebih tepat sesuai
dengan kebutuhan anak.
Berbasis Learning By Doing
Anak ibarat mutiara dalam lautan. Setiap orangtua yang
melahirkannya sudah pasti akan menjaga, merawat dan mendidik sampai
dewasa. Anak adalah pribadi yang unik. Oleh karena itu, anak bukan orang
dewasa mini. Cara pandang seperti ini meminjam istilah Kak Seto sudah
tidak relevan lagi sebab sangat berbeda dengan kenyataan asli orang
dewasa. Anak adalah tetap anak-anak bukan orang dewasa ukuran mini. Anak
dalam proses tumbuh kembangnya sangat dipengaruhi oleh orang lain dan
lingkungannya. Sehingga dalam proses awal belajar anak akan
menemui kendala begitu juga dengan pola asuh orangtua. Inilah yang
disebut dengan ketidakmampuan belajar (learning disability).
Padahal menurut Strauss dan Werner (1942) yang pernah melakukan
penelitian ketidakmampuan belajar pada anak usia dini yang dikutip
(Lidia, 2003) bukan karena seorang anak tidak mampu mengerjakan
tugas-tugasnya, melainkan berawal dari adanya kerusakan sistem syaraf
sehingga menghambat proses belajar.
Saat ini, setelah Strauss dan Werner melakukan penelitiannya
diawal abad 20 banyak para ahli pendidikan anak prasekolah (usia dini)
seperti Dewey, Montessori dan Piaget yang turut berperan dan
mempengaruhinya menyumbangkan pengetahun tentang proses berpikir pada
anak-anak. Terutama dewasa ini dari hasil pengembangan teorinya banyak
mainan anak-anak sebagai media untuk belajar dirancang khusus guna
meningkatkan cipta, rasa dan karsa pada anak-anak.
Oleh karena itu, PAUD yang telah digagas memiliki dasar berpijak
dari berbagai macam pendekatan dalam pendidikan. Terutama PAUD yang
berbasis learning by doing. Artinya proses belajar anak usia dini yang menitik beratkan pada usaha
belajar sambil beraktivitas. Aktivitas di sini maksudnya adalah
aktivitas yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini yaitu bermain.
Pendekatan ini dilakukan untuk mendukung suasana belajar
yang menyenangkan dengan penataan ruang yang representatif. Tentu saja
dengan memperhatikan sarana dan prasarana, di tempat mana anak sering
bermain, bagaimana posisinya apakah membahayakan dirinya atau tidak.
Semuanya dirancang agar motivasi belajar anak tumbuh sesuai dengan
kebutuhannya.
Di samping itu, anak usia dini memerlukan kedekatan fisik, kondisi
dan suasana yang akrab di mana komunikasi guru di sekolah atau orang tua
di rumah sangat membantu proses belajarnya. Sudah saatnya model pola
asuh yang otoriter ditinggalkan, sebab akan mengundang kondisi
psikologis
anak yang tidak nyaman. Sehingga orangtua akan merasa gelisah karena
anaknya belum bisa mengenal huruf dan belum bisa menulis.
Bermain di sini bukan berarti menerima peran anak apa adanya
tapi memberikan kesempatan pada anak untuk berpartisipasi dengan
berkomunikasi dan bekerjasama untuk membangkitkan keterampilan sosial
dan emosionalnya.
Dengan demikian dari berbagai macam permainan yang ditawarkan
seperti melukis, mewarnai, menyusun balok, puzzle, sangat penting
diajarkan untuk melatih daya kerja otak pada anak usai dini.Tidak
menutup kemungkinan belajar dengan aktivitas bermain akan membangkitkan
keterampilan fisik, keterampilan matematis, yang dapat melahirkan
keterampilan membaca dan menulis. Dalam konteks pedagogis
aktivitas bermain ini tidak sepenuhnya dengan media bermain dan belajar
yang mahal, tapi dapat diganti dengan media belajar dan bermain dalam
bentuk lain yang mudah dijangkau harganya, tidak berbahaya, menarik
perhatian anak serta memotivasi anak untuk belajar.
Wallohua’alam bishowab.
———-
No comments:
Post a Comment